DAKSINA
Daksina berasal dari kata Sansekerta. Daksina bisa berarti upah, daksina
juga bisa bermakna selatan dan nama sebuah banten. Dalam kitab Yayur Veda
XXXX.1 ada disebutkan bahwa Sthana Hyang Widhi Wasa adalah alam semesta atau
Bhuana Agung. Hyamh Widhi berada pada alam yang bergerak maupun yang tidak
bergerak. Tidak ada bagian bhuana agung ini tanpa kehadiran Hyang Widhi.
Demikian pula dalam kitab Ayur Weda pada bagian terakhir mantra yang disebutkan
bahwa nama Hyang Widhi pertama adalah OM dan badannya adalah alam semesta atau
bhuana agung ini. Hyang Widhi juga disebut parama atma. Sebagai jiwa dari bhuana alit beliau disebut atman. Banten
daksina disamping lambang penghormatan juga sebagai lambang Bhuana Agung Sthana
Hyang Widhi Wasa. Hal ini disebutkan dalam puja pengantar daksina sebagai
berikut: Om pakulun bhattara Visnu alingga haneng daksina sesantun dan
seterusnya.
Daksina adalah tapakan
dari Hyang Widhi, dalam berbagai manifestasi-Nya dan juga merupakan
perwujudan-Nya. Daksina juga merupakan buah daripada yadnya. Hal ini dapat kita
lihat pada berbagai upacara yang besar, di mana kita lihat banyak sekali ada
daksina. Kalau kita lihat fungsi daksina yang diberikan kepada yang muput karya
(Pedanda atau Pemangku), sepertinya daksina tersebut sebagai ucapan tanda
"terima kasih" kepada sekala-niskala. Begitu pula kalau daksina itu
kita haturkan kehadapan Hyang Widhi sebagai pelengkap aturan kita dan sembah
sujud kita atas semua karunia-Nva
Daksina sebagai lambang Bhuana Sthana Hyang Widhi Wasa nampak dalam
bahan-bahan yang membentuk daksina tersebut. Beberapa unsur penting yang
membentuk Daksina, yaitu :
1. Bebedogan, dibuat dari daun janur yang sudah hijau
yang bentuknya bulat panjang serta ada batas pinggirnya pada bagian atasnya.
Bebedogan ini lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat dengan jelas.
2. Serobong Daksina, disebut juga sebagai Serobong
Bebedogan dibuat juga dari daun janur yang sudah hijau tanpa tepi maupun
dibawahnya. Serobog Daksina ini menjadi lapisan pada bagian tengah dari
bebedogan, segala bahan daksina ini masuk kedalam serobong daksina. Serobong
daksina ini lambang Akasa yang tanpa tepi.
3. Tampak, dibuat dari empat potong helai janur berbentuk
seperti kembang teratai bersegi delapan. Bentuk tampak ini melambangkan arah
atau kiblat mata angin yang mengarah pada delapan penjuru.
Pada dasar daksina diisi tetampak
dari janur sebagai tanda Swastika, yang mempunyai makna semoga baik, juga
sebagai dasar dari pengider. Ke atas menuju Ida Sang Hyang Widhi dan ke samping
menuju arah kehidupan alam sekitar, tetampak dibubuhi beras sejumput.
4. Telor itik/telor bebek, dibungkus dengan Urung Ketipat
Taluh. Telor itik yang dibungkus ketipat taluh ini lambang Bhuana alit yang
menghuni bumi ini. Telur itik juga sebagai lambang dari sifat-sifat satwam.
5. Beras, beras merupakan simbolis dari hasil bumi yang
menjadi sumber penghidupan umat manusia di alam raya ini.
6. Benang Tukelan (benang Bali) adalah sebagai simbolis
dari penghubung Jiwataman yang tidak akan berakhir samapai terjadinya pralina.
Sebelum pralina atman yang berasal dari paratman akan terus menerus mengalami
penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai moksa. Dan semuanya akan
kembali pada Hyang Widhi kalau sudah Pralina.
7. Uang Kepeng, berjumlah 225 kepeng adalah simbol
Bhatara Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber
kehidupan. Angka 225 itu kalau dijumlahkan menjadi angka sembilan angka suci
lambang Dewata nawa sanga yang berada di sembilan penjuru alam Bhuana Agung.
8. Pisang, Tebu dan Kekojong, adalah simbol manusia yang
menghuni bumi sebagai bagian dari alam ini,. Idialnya manusia penghuni bumi ini
hidup dengan ajaran Tri Kaya Parisudha.
9. Porosan dan Kembang, porosan adalah lambang pemujaan
pada Hyang Tri Murti. Sedangkan kembang adalah lambang niat suci dalam beryajna
pada Hyang Tri Murti. Tujuan bakti pada Hyang Tri Murti agar manusia
mendapatkan tuntunan dalam menciptakan sesuatu yang patut diciptakan dari Hyang
Brahma. Tuntunan dari Hyang Visnu pada saat memelihara sesuatu yang aptut dan
wajar untuk dipelihara. Dari Hyang Rudra untuk menuntun umat manusia saat
meniadakan sesuatu yang patutdan wajar dihilangkan.
10. Gegantusan, unsur upakara ini lambang didunia ini
mahluk lahir berulang-ulang sesuai dengan tingkatan karmanya.
11. Pesel-peselan dan Bija Ratus, unsur upakara ini
merupakan lambang hidup bersama di dunia ini untuk menyatukan berbagai bibit.
Bija Ratus adalah lambang suatu kerjasama dalam menelorkan suatu ide bersama.
Sebelum ide bersama itu muncul sebagai suatu kesepakatan. Setiap pihak wajib
mengeluarkan ide-idenya. Ide-ide inilah yang di sebut bija yang harus diratus
menjadi satu ide bersama.
12. Kelapa, sebagai unsur yang paling utama dalam Banten
Daksina. Buah kelapa dari kulit dengan seluruh isinya adalah lambang Bhuana
Agung. Unsur-unsur buah kelapa itu semuanya melambangkan sapta patala dan sapta
loka. Mengapa buah kelapa yang dipakai daksina harus dikupas dan dibersihkan
kulitnya hingga kelihatan batoknya. Serabut kelapa itu adalah lambang pengikat
indria. Karena Daksina itu lambang Bhuana Agung Sthana Hyang Widhitentunya
harus bersih dari unsur-unsur gejolak indria yang mengikat. Karunia Hyang widhi
akan dapat kita capai apabila kita mampu melepaskan diri dari ikatan indria.
Kitalah yang harus mengikat indria sebagai alat untuk melakukan perbuatan yang
bijaksana.
Mytologi adanya kelapa
Kelapa memiliki manfaat yang demikian banyak dalam kehidupan umat manusia
dan mahluk hidup lainya. Sampai kelapa itu dimitoskan dalam cerita-cerita yang
dicukil dari purana. Samapai ada beberapa versi cerita tentang adanya kelapa.
Diceritakan ada dua orang raksasa kembar bernama Sunda Upasund. Dua raksasa ini
bertapa untuk menguasai sorga, tapanya sangat tekun. Dewa-dewa disurga
menugaskan Dewa Wiswakarma untuk mengujinya. Dewa Wiswakarma menciptakan
bidadari yang sangat cantik dari Bunga Ratna dan Biji Wijen. Sebelum bidadari
ini bertugas menggoda raksasa tersebut, Bidadari itu berkeliling disorga. Saat
Dewa Brahma melihat bidadari yang sangat cantik itu, Dewa Brahma sangat
terperanjat hingga beliau berkepala lima. Sedangkan Dewa Indra menjadi bermata
seribu saat menyaksikan kecantikan bidadari tersebut. Karena demikian cantiknya itupun turun kedunia menggoda raksasa kembar
tersebut. Kedua raksasa itupun kedua-duanya mati bertempur memperebutkan
bidadari yang cantik itu. Selanjutnya yang menjadi cerita adalah kepala Dewa
Brahma yang lima itu. Putra Dewa Siwa mengatakan Dewa Brahma berkepala empat
sedangkan Putra Dewa Indra mengatakan lima. Kedua putra Dewa ini bertaruh.
Siapa yang kalah harus menjelma kedunia sebagai manusia sengsara, mendengar hal
ini diam-diam Dewa Siwa melepaskan panah untuk memotong satu di antara lima
kepala Dewa Brahma sehingga Dewa Brahma menjadi berkepala empat. Dengan
demikian Dewa Brahma pun disebut Pala Dewa Catur Mukha. Dengan demikian putra
Dewa Siwa dapat mengalahkan putra Dewa Indra. Yang menjadi cerita selanjutnya
adalah kepala Dewa Brahma yang putus itu jatuh kedunia. Dunia menjadi digoncang
gempa akibat potongan kepala Dewa Brahma jatuh ke bumi. Dewa Siwapun
bertanggung jawab atas kejadian itu. Kepala Dewa Brahma diambilnya dan
dibuangnya kelaut. Lautpun menjadi goncang pula. Akhirnya kepala Dewa Brahma
itu diambil lagi oleh Dewa Siwa dan ditanam ditepi pantai. Lama kelamaan kepala
Dewa Brahma yang ditanam itupun tumbuh menjadi kelapa. Semenjak itulah ada
kelapa di dunia. Kelapa itulah yang sampai sekarang menjadi salah satu tumbuhan
yang sangat berperan dalam penyelenggaraan upacara Yajna di kalangan Umat
Hindu.
DENGAN DAKSINA MEMBINA HIDUP
TERHORMAT
Hidup terhormat adalah hidup yang dijalankan di atas relnya Dharma. Rejeki
yang didapatkan untuk membiayai hidup itu diperoleh secara terhormat. Demikian
pula status sosial atau kedudukan terhormat itu dicapai melalui cara-cara yang
terhormat pula. Dipergunakan banten Daksina dalam upacara Yajna dimaksudkan
juga untuk memebina tumbuhnya kesadaran spiritual agar selalu dapat berbuat
terhormat dalam hidup ini. Hidup terhormat bukan untuk dipamerkan didepan
halayak ramai. Artinya kalau didepan halayak ramai barulah kita tampil
terhormat. Kalau tidak ada yang menyaksikan berprilaku terhormat itu tidak
diupayakan. Membina hidup terhormat bukanlah berarti hidup yang gila hormat.
Seoramg akan terhormat apabila dalam menjalani hidup ini selalu menempuh jalan
hidup diatas norma-norma yang dibenarkan baik oleh norma agama maupun
norma-norma lainnya yang berlaku. Di dalam kitab Ayur Veda XX.25 disebutkan
bahwa untuk mencapai kehidupan yang terhormat itu (Daksina) harus diawali
dengan perjuangan diri yang penuh disiplin. Perjuangan yang penuh disiplin itu
disebut dengan Brata. Brata artinya janji diri yaitu suatu disiplin hidup
timbul dari niat diri sendiri untuk melakukan sesuatu disiplin hidup. Disiplin
hidup itu tidak berasal dari orang lain. Disiplin hidup ini bertujuan untuk
mewujudkan cita-cita hidup. Disiplin hidup itu ditempuh samapai mencapai tujuan
yang suci itu. Brata itu meliputi disiplin hidup yang bersifat jasmaniah dan
disiplin hidup rohaniah. Brata bertujuan untuk mencapai ilmu engetahuan tentang
kehidupan keduniawi dalam artian yang positif (Apara Vidya) dan pengetahuan
Rokhaniah (Para Vidya). Kedua ilmu itu bertujuan membangun hidup yang seimbang
lahir dan batin. Perpaduan dua ilmu tersebut untuk diarahkan mengendalikan
indria terutama lidah. Lidah dikendalikan agar jangan mengucapkan kata-kata
yang mengandung kejahatan, kebohongan, fitnah dan tidak mengeluarkan kata-kata
kasar. Dari Brata pikiran dan kata-kata dilanjutkan dengan Brata prilaku. Brata
prilaku itu meliputi tidak mencuri, tidak membunuh, dan tidak berjianah. Dari
Brata ini diharapkan mencapai Diksa. Diksa itulah puncaknya Brata. Suatu study
yang telah mencapai hasil yang disebut tamat. Kalau sudah mencapai Diksa itu
barulah boleh menikmati Daksina. Daksina itu adalah suatu hasil berupa materi
dan non materi. Dewasa ini banyak orang mendapatkan suatu perolehan yang tidak
berupa Daksina. Artinya mendapatkan materi maupun non materi secara tidak
terhormat. Memenuhi kebutuhan hidup dengan hasil yang tidak diperoleh secara
terhormat maka orang tersebut akan sulit menyampaikan pesan-pesan suci Veda.
Orang yang hidup dengan hasil yang diperoleh secara tidak terhormat jiwanya
akan ditutupi oleh avidya yang ditimbulkan oleh hasil yang diperoleh secara
tidak terhormat itu. Orang yang hidupnya dari hasil Daksina akan hidup
keyakinan yang mantap tanpa dibayang-bayangi oleh rasa berdosa. Hidup yang
demikian itulah disebut Sraddha yaitu hidup dengan keyakian. Karena itulah
marilah banten Daksina dipakai sebagai simbol keagamaan yang sakral untuk
mencari penghidupan yang disebut Daksina.
Mengapa kelapa Daksina serabutnya dikerik bersih
Salah satu bahan pokok untuk membuat Daksina adalah buah kelapa. Buah
kelapa yang dipakai untuk membuat Daksina serabutnya harus dikerik bersih. Behkan
Daksina untuk banten Nuntun Dewa hyang harus dikerik lebih bersih lagi dan
dinyaki dengan minyak sukla (suci). Swami Satya Narayana mengatakan kelapa yang
dipakai bahan pokok pembuatan banten daksina serabutnya harus dikerik. Serabut
kelapa itulah adalah lambang indria yang mengikat. Daksina sebagai lambang
Sthana Tuhan dan lambang penghormatan harus bersih dari ikatan indria yang
sangat pambrih itu. Suatu kerja yang didasarkan pada kenikmatan indria tidaklah
pantas mendapatkan penghormatan Daksina. Demikian pula pemberian yang terhormat
yang disebut daksina tidak pantas kalau masih disertai dengan pambrih-pambrih
yang bersifat indriawi. Hal ini berarti Tuhan akan bersthana pada mereka yang
mampu melepaskan diri dari ikatan indriawi. Ini bukanlah berarti orang harus
merusak indrianya. Indria itu adalah alat. Ia tidak boleh dirusak bahkan harus
dipelihara dengan sebaik-baiknya agar ia dapat dijadikan alat yang baik. Yang
dimaksudkan disini adalah janganlah kita diperalat oleh indria kata Upanisad
menyebutkan indria itu ibarat kuda penarik kereta. Budhi ibarat kusir kereta,
pikiran ibarat tali kekang kereta. Atman ibarat pemilik kereta, badan ibarat
kereta itu sendiri dan jalan adalah obyek indria. Kalau ingin kereta itu
larinya cepat dan terarah maka kuda itu harus sehat dan kuat. Sehat dan kuatnya
kuda tetap harus berada dibawah kendali pikiran dan budhi jadinya serabut
kelapa yang harus dibersihkan itu adalah lambang daya pengikat indria yang
dapat menyesatkan sang diri dari samsara. Dalam upacara-upacara besar banten
Daksina digunakan daksina yang besar pula. Misalnya upacar penebusan Oton yang
bertujuan untuk melindugi seseorang dari asfek negatif dari hari kelahiran.
Setiap hari menurut perhitungan kalender Hindu selalu ada bain buruknya. Agar
seeorang terhindar dari aspek burukya maka diadakan upacara penebusan Oton.
Inti upacara penebusan Oton itu menggunakan daksina gede. Daksina gede itu
tergantung Neptu (urip) dari kelahiran tersebut. Misalnya neptunya 5 maka
daksina gedenya Sarwa lima. Kelapanya lima butir, telornya lima butir,
pisangnya lima butir, dan yang lainnya juga berjumlah lima.
Banten Daksina menurut Lontar Parimbon Bebanten dalam bentuk uang ada
sembilan jenis yaitu, Utamaning Utama 160.000, Madyaning Utama 80.000,
Nistaning Utama 40.000, Utamaning Madya 50.000, Madyaning Madya 25.000,
Nistaning Madya 16.000, Utamaning Nista 15.000, Madyaning Nista 8.000,
Nistaning Nista 4.000. ini adalah sembilan gambaran umum tentang tingkat
Daksina. Dalam bentuk banten Daksina dapat dibagi menjadi lima yaitu :
- Daksina Alit untuk upacara sehari-hari.
Isinya adalah satu porsi dari
masing- masing unsur, banyak sekali dipergunakan, baik sebagai pelengkap
banten yang lain, maupun berdiri sendiri sebagai banten tunggal.
- Kalau isinya dilipatkan dua kali disebut Daksina
pakala-kalaan. Isi daksina dilipatkan dua
kali dengan ditambah dua tingkih dan dua pangi. Digunakan pada waktu ada
perkawinan dan untuk upacara bayi / membuat peminyak-penyepihan.
- Kalau isinya dilipatkan tiga kali disebut Daksina
Krepa, Daksina yang isinya dilipatkan tiga
kali. Kegunaannya lebih jarang, kecuali ada penebusan oton / menurut
petunjuk rohaniwan atau sesuai petunjuk lontar khusus misalnya guna
penebusan oton atau mebaya oton.
- Kalau empat kali disebut Daksina Gede atau
Daksina Pamogpog. Isinya dilipatkan 5 (lima)
kali, juga dilengkapi dengan tetandingan-tetandingan yang lain yaitu: Dasar
tempat daksina sebuah sok yang berisi srobong dan pada dasarnya diberi
tetampak taledan bundar.
- Kalau isinya dilipatkan lima kali disebut Daksina
Galahan, demikian beberapa jenis Daksina dalam bentuk uang dan dalam
bentuk Banten. Isinya dilipatkan 5 (lima)
kali, juga dilengkapi dengan tetandingan-tetandingan yang lain yaitu:
Dasar tempat daksina sebuah sok yang berisi srobong dan pada dasarnya diberi tetampak taledan bundar.
Penyatuan Siva Sidhanta yang terdapat di dalam
daksina adalah penyatuan sekte- sekte yang yang pada umumnya telah terdapat di
dalam bahan pembuatan daksina tersebut. Sebenarnya didalam daksina ini telah
terjadi penyatuan sekte Siwa sidantha tetapi yang lebih dominan terlihat adalah
sekte Brahma kalau kita kaji dari bahan yang digunakan misalnya bahan Kelapa
dan telur itu merupakan lambang dari buana agung dan didalam proses suatu
penciptaan alam semesta sehingga Dewa Brahma yang lebih berperan didalam hal
ini.
Beberapa gambar Banten Daksina beserta cara
pembuatannya, sebagai berikut:
daksina alit
Perlengkapan
Banten Daksina alit sebagai berikut :
1. Wakul 2.
Tapak
3. Kojong 4.
Gegantusan
9. Wadah dadan 10.
Porosan
11. Tegteg
daksina
Adapun bahan-bahan
yang diperlukan sebagai berikut:
1. Uang kepeng 2.
Bunga
3. Kapur sirih 4.
Buah Pinang
5. Daun sirih 6.
Pelawa
9. Pangi 10.
Benang bali
11. Kelapa 12.
beras
Tidak ada komentar:
Posting Komentar