Halaman

Sabtu, 07 Desember 2013

Babad Mpuaji

GAMBARAN UMUM DESA AAN
            Desa aan adalah satu dari tigabelas desa di wilayah kecamatan banjarangkan. Desa sebagai susistem kota /kabupaten merupakan pelaksana pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan palig bawah dan sangat dekat bahkan besentuhan langsung dengan masyarakat.
            Desa aan memiliki luas + 398 Ha, dengan jarak  + 8 km arah kota dari semarapura ibu kota Kabupaten klungkung. Berdasarkan luas daeran tersebut di atas, maka desa Aan terbagi menjadi 4 wilayah dusun, 12 banjar, dan dua desa adat ( desa Adat Aan dan Desa adat Sengkiding).
Wilayah wilayah dusun yaitu:
1.      Dusun Peken,
Dalam wilayah Dusun Peken terdapat 4 Banjar yaitu banjar Pempatan,Banjar Sala, Banjar Selat, Banjar Peken.
2.      Dusun Pasek
Dalam wilayah Dusun Pasek Terdapat 4 Banjar yaitu Banjar Pasek, Banjar Gingsir, Banjar Griya, Banjar Piadnyan.
3.      Dusun Swelegri,
Dlam wilayah Dusun Swelegiri terdapat 3 banjar yaitu banjar Petapan, banjar Swelegiri, banjar Babakan,
4.      Dusun Sengkiding,
Dalam wilayah Dusun Sengkiding terdapat 1 banjar dinas dan satu banjar adat yaitu Banjar Sengkiding.
Desa Aan memiliki batas-batas sebagai berikut:
→     Sebelah utara   : Desa Timuhun
→     Sebelah timur  : tukad jinah
→     Sebelah selatan            : Desa Getakan
→     Sebelah barat   : Desa Tihingan
            Berdasarkan letak, daerah dan klasifikasi desa maka Desa Aan Meupakan Wilayah Bukan Pantai , Katagori Daerah Pedesaan, dan klasifikasi swasembada.

SEJARAH TERBENTUKNYA DESA AAN
            Setiap organisasi appun sudah pasti memiliki latar belakang sejarah, lebih-lebih suatu desa pasti memilki sejarahnya sehingga terbuentuklah suatu desa. Dalama penulisan sejarah saya sajikan secara singkat karena terbatasnya waktu penelitian dan kurangnya pengetahuan sehingga sejarah singkat desa Aan saya dasarkan pada benda-benda purbakala, prasasti-prasasti pura yang ada, disertai penjelasan para penglingsir yang masih sebagai penduduk informal.

JRO PASEK GELGEL MENIGGALKAN GELGEL
            Kira-kira abad ke 16 tepatnya setelah berlangsungnya 3 turunan pemerintahan raja gelgel, maka jero pasek gelgel dengan beberapa pengiringnya minta pamit kepada Dalem untuk mencari tempat sebagai tempat tinggal, yang sudah dapat diselidiki adri Bukit Buluh, ternyata terdapat hutan di Barat Laut yang berisi beringin kembar. Disanalah tujuan beliau beserta pengiringnya merambas hutan untuk dijadikan desa.
            Pada bulan sarwa Icaka 1502 bulan juli 1580 masehi, rombongan tadi berangkat ke arah barat laut melalui jalan Akah – manduang akhirnya sampai di Yeh Bulan. Disanalah mereka membuat rumah-rumah sementara untuk merambas hutan disebelah baratnya, ternyata hutan tersebut terdiri dari pohon “Ea”. Karena mengalami suatu rintangan didalam perambasan tersebut maka, kepala rombongan mohon wayhu di pucak bukit di sebelah utara hutan samil mengukur denahnya. Setelah mendapat wahyu maka mereka mendirikan pelinggih (pura) tempat pemujaan yangdiberi nama pura pengkuran dan sampai sekarang masih utuh untuk persembahyangan. Selanjutnya rombongan turun dan mulai mengadakan perabasan lagi denga membuat stu pelinggih yang diberi nama pura swela., yang sampai sekrang tetap disungsung yang upacaranya jatuh pada hari saabtu wuku landep (tumpek landep). Disinilah rombongan smbang samadi/bertapa dan selanjutnya ynag mendirikan pondok-pondok perkemahan yang diberi nama “petapan”. Perambasan terus dilaksanakan dan dilanjutkan sampai keselatan, dimana para pekerja yang meninggal dikubur ddisebelah timur yang telah dirabas dengan mendirikan pelinggih dalem rajapati diberi nama subangan. Dan untuk menghindari hal-hal yang diinginkan agar keselamatan terjaga didirikan peinggih Sila Majemuh dan Puseh Swata.

I GEDE PASEK BERTEMU DENGAN I GUSTI KACANG DAWA
DAN ADANYA RAKASA BANGKONGAN
            Selanjutnya rombongan yang telah mempuyai pondok-pondok abasan. Di sebelah barat daya dari pohon beringin kembar telah ada teratur rapi menyerupai desa, dimana pondok tersebut telah dihuni oleh I Gusti kacang Dawa beserta pengikut-pengikutnya. Mereka lebih dulu mendiami pondok pondok tersebut yang diberi nama pondok banjar ambengan dan masih ada bukti sampai sekarang. Setelah mendengar rombongan I Gede Pasek berada di pondok abasan swata, segeralah rombongan I Gusti Dawa Bertemu dengan I Gede Pasek. Disanalah mengadakan pertemuan dan saling menceritakan segala sesuatu yang sama mempunyai satu tujuan.
            Diceritakan di sebelah utara bukit terdapat sebuah goa besar yang dihuni olhe sebuah makhluk seperti raksasa, memakan daging manusia yang bernama raksasa bangkongan.

PERPISAHAN I GUSTI KACANG DAWA DENGAN I GEDE PASEK
            Pondok abasan semakin lama semakin berkembang. Dalam perencanaan akan melanjutkan perabasaan lagi untuk membentuk desa yang permanen. Disinilah I Gusti Kacang Dawa minta berpisah kepda I Gede Pasek karena ada rasa kekecewaan.

LAHIRNYA DESA AAN
            Berselang beberapa lama, kemudian pohon Ea sudah bersih dirabas maka segeralah jero Gede Pasek beserta pengiringnya memindahkan pondok-pondoknya dari abasan serta membangun rumah-rumah disebelah utara pohon beringin. Setelah membangun rumah-rumah lalu I Gede Pasek merencanakan pembangunan desa.
            Perangkat desa mulai diadakan seperti banjar patus, tempat-tempat ibadah sangat diutamakan seperti Kahyangan desa, Penataran Gunung Kawi dan lain-lain.
Wilayah Desanya terbagi menjadi 3 banjar:
1.      Banjar kelodan (banjar peken sekarang)
2.      Banjar tengah ( banjar pasek sekarang)
3.      Banjar kaleran (banjar carik dalem/swelegiri sekarang)
            Demikian pula banjar adatnya dibagi menjadi 2 bagian yaitu Adat Banjar Patus dan Adat Banjar pura. Setelah desa beserta perlengkapanya selesai dibangun maka pembangunan selanjutnya diarahkan kepada sektor pertanian. Bendungan/empelan segera dibangun, sehngga pengairan menjadi teratr dan lancar. Pondok abasan yang dulunya menjadi tempat tinggal, sekarang dirubah dijadikan persawahan yang sangat subur. Semenjak itulah seluruh areal dari hutan “Ea” di uban namanya menjadi Desa Aan yang lebih kurang Icaka 1520.
            Yang mengatur Desa Adat Aan adalah keturunan I Gede Pasek, terhitung sampai 4 keturunan. Karena merasakan susunan masyarakat belum begitu lengkap, beliau ingin agar dari warga lain ikut membina dalam perkembangan adat istiadat di desa Aan. Maka bliau mohon kepada bliau di Klungkung agar ada keluarga(keturunan) belau di desa Aan. Oleh Dalem Disuruhlah Meminta putra dari I Dewa Agung Pembayun dari puri pejeng, yaitu Cokorde Gede Rai Kesiman Pinatih Untuk Memacekin Di desa Aan. Kedatatangan Cokorda Gede Rai Kesiman Pinatih diiringi oleh 20 kk warga mpu aji Yang berasal dari banjar sala desa Tatiapi pejeng, sehinggautuk mengenang kampung halaman warga Mpu Aji disini dibangunlah banjar bernama banjar sala yang bertempat di sebelah selatan desa dekat Pura Dalem dan kuburan. Disamping memohon ke pejeng, juga memohon ke tampak siring putra I Dewa Gede Mayun.
            Cokorda bersama i Gede Pasek mohon Brahmana untuk mengemban upacara ke agamaan. I Gede Pade juga meminta keturunan I Dewa gede Karang dari akah. Setelah keturunan I Dewa Gede Karang berada di desa Aan, maka pengemong desa dibagi menjadi 2(dua) sebagai berikut:
1.      Di Sebelah Utara bencingah dipegang oleh I Gede Pasek
2.      Di Sebelah Selatan bencingah dipegang oleh I Dewa Gede Karang.
TERJADINYA DESA SENGKIDING
            Tahun-tahun berikutnya terjadlah keributan antara Klungkung dengan Gianyar sebagia wilayan di sebelah utara tukad bubuh telah diduduki oleh masyarakat gianyar. Maka oleh Dalem di Klungkung diutuslah satu rombongan berasal dari Tangkup dan Margaayu untuk membantu desa Aan lanjut membuat desa yang di beri nama desa Sengkiding. Dalem Juga mengutus Cokorda dari Akah untuk mengatur desa di sengkiding. Setelah itu barulah desa tersebut menjadi aman. Dalam perkembangan selanjutnya didirikan beberapa pura antara lain: pura puseh, penataran, dalem dan lain-lain. Desa sengkiding terdiri dari satu banjar dan pemancaan. Berselang beberapa lama maka termasuk Kelungkung, sehingga belanda menguasai seluruh pulau bali. Sementara selurh Kemencaan di bali dihapus termasuk kemancaan Aan dan Sengkiding. Kedua kemancaan tersebut didadikan satu perbekelan yaitu perbekelan Desa Aan, yang terbbagi menjari 4 banjar dins yaitu:
1.      Banjar Peken
2.      Banjar Carik dalem/Swelegiri
3.      Banjar pasek
4.      Banjar sengkiding.

            Dalam tradisi Banjar sengkiding memiliki Adat istiadat yang khas Yaitu Bayan- Bayang.
Pengertian Mabayang – bayang
            Kata mabayang – bayang adalah merupakan perubahan daripada kata bayang – bayang, dimana bayang – bayang ( bahasa Bali ) berarti korban suci untuk bhuta yadnya. Bentuk aktif dari kata bayang adalah mabayang, yang mempunyai arti menarik. Jadi secara etimologi bahwa kata mabayang – bayang ( bahasa Bali ) ini berarti mengerjakan atau membuat suatu suasana gerakan saling tarik – menarik dengan menggunakan kubalan ( belulangan ) anak sapi ( godel ).
Kata Mabayang – bayang berarti :
-          Siksa
-          Kurban untuk bhuta yadnya
-          Tarik menarik
Pengertian Mabayang – bayang dimaksudkan disini dalam arti tarik menarik atau saling tarik, sebab pada saat pelaksanaan upacara, kubalan sapi kecil ( belulangan godel ) dipakai permainan oleh Krama Desa Adat  Sengkiding sebagai tanda mengusir bhuta kala agar tidak lagi mengganggu anggota masyarakat sekitar Desa Adat Sengkiding.
Rangkaian dan Pelaksanaan Upacara Mabayang – bayang
            Upacara Mabayang – bayang adalah merupakan rangkaian dari upacara Tawur Kasanga (Perayaan hari raya Nyepi) yang datangnya tiap tahun sekali demikian juga upacara mabayang – bayang yang merupakan pecaruan bertepatan dengan pengrupukan. Adapun rangkaian pelaksanaannya :
1.        Melasti/mekiyis
2.        Pengrupukan (Mabayang – bayang)
3.        Nyepi (Sipeng)
4.        Ngembak Geni


1.      Melasti ( Mekiyis )
            Pada trayodasa kresna paksa sasih Kesanga sampai hari Tilem sasih kesanga adalah hari yang baik untuk melakukan pelastian, dimana tujuannya adalah untuk membersihkan segala dosa dan kotoran jagat, pratima atau pralingga Dewa dan para pangiringnya semua menuju ke sumberair yang dianggap suci, karena air adalah sebagai sarana pembersihan, baikdalam kehidupan sehari – hari maupun dalam hubungannya dengan upacara keagamaan. Air sebagai pembersih atau penyucian dapat diketahui dari mantram unutk Dewi Gangga yaitu :
Om, Apsu dewa pawitrani,
Gangga dewi namo stute,
Sarwa klesa winaçanam,
Toyane pariçuddhyate,
Sarwa papa wina ini,
Sarwa roga wmocana,
Sarwa kleça winaçanam,
Sarwa bhogam awapnuyat.
Artinya :
Om dewata, air adalah pemberi kesucian, engkau adalah Dewi Gangga, sujud padaMu, Engkau adalah pembasmi semua kekotoran dengan air sucimu, Engkau menyucikannya, Engkaulah yang menghancurkan semua kejahatan dan yang membebaskan dari semua penderitaan serta menghancurkan semua kekotoran, Engkau yang memperoleh semua apa yang dapat dinikmati.
            Sebagai contoh air berfungsi sebagai pembersih atau penyucian dapat kemukakan sebagai berikut :
1.      Setiap hari orang mandi dengan air untuk membersihkan jasmaninya dari kekotoran agar badannya merasa segar dan sehat.
2.      Orang yang merasa dirinya leteh atau kotor akan mencari seorang pendeta untuk melukat dirinya dari leteh itu, dimana pendeta akan mepergunakan air sebagai sarana penyucian yang sudah dipujainya.
3.       Pada waktu selesai sembahyang maka setiap umat akan diperciki air/tirta sebagai pembersihan secara rohani.
4.      Orang memohon penglukatan kelaut setiap bulan Tilem dan Purnama adalah untuk membersihkan badan, maupun jiwanya dari kekotoran.
Di samping air sebagai saran penyucian juga air adalah sebagai sumberdari kehidupan (amrta). Air sebagai sumber kehidupan dapat diketahui dari puja untuk Dewi Gangga yaitu :
Om Gangga dewi maha thitam,
Toyasta tova nirmalam,
Amrtas ca mahadewi,
Sarva papa vimuktinam
Artinya :
Om Dewi Gangga adalah maha sumber dari air kehidupan, Ia tinggal di dalam air dan merupakan air suci, Ia adalah air kehidupan, Dewi Maha Besar, Ia membebaskan dari segala bencana.
            Untuk upacara pelastian dalam rangka menyambut tahu baru çaka, hendaknya menuju ke laut. Hal ini disebabkan karena laut adalah merupakan sumber air terbesar yang dapat melebur segala kekotoran jagat (dunia) seperti disebutkan dalam Samudra Stava sebagai berikut :
Jala nidhi maha viryam,
Brahma Visnu Maheswaram,
Sarva jagat prakirtinam,
Sarva vighna vinasanam,

Nagenra krura murtinam,
Gajendra matya vaktranam,
Bruna dewa ma sariram,
Sarva jagat suddhatmakam


Artinya :
            Tempat berkumpulnya air dengan tenaga hebat, yang sama dengan Brahma, Wisnu dan Maheswara, terkenal di seluruh dunia, terkenal di seluruh dunia, pelenyapan segala rintangan.
            Raja ular dalam wujud yang dahsyat, raja gajah dengan moncong seekor ikan, dalam wujud sebagai Dewa Varuna, yang sifatnya adalah membersihkan alam semesta.
          Mengenai sebagai sumber dari amrta dapat diketahui dari cerita Dewi Ruci. Di ceritakan bahwa Bima diutus gurunya Bhagawan Drona untuk mencari amrta yang letaknya di tengah lautan. Akhirnya dengan tekad bulat Bima terjun ketengah lautan dan menjumpai Dewi Ruci yang rupanya seperti Bima tapi kecil. Dewa Ruci menyuruh Bima masuk kedalam tunuh Dewa Ruci yang kecil ini, ternyata bahwa bulan bintang dan jaringan alam semesta ini dapat dilihat oleh Bima. Ini berarti bahwa Bima telah menemui amrta dimana Dewa Ruci tidak lain dari Ida Sang Hyang Widhi. Jadi dalam cerita ini ada di hubungkan Ida Sang Hyang Widhi dengan laut sebagai sumber dari kehidupan.
            Pelaksanaan pakiisan yang dilakukan oleh Krama Desa Adat Sengkiding, diawali dengan matur piuning pada masing – masing parhyangan desa atau parhyangan yang ada hubungannya dengan kahyangan tiga diawali dengan menghaturkan pejati ( piuning ) disertai dengan bhakti masing – masing pemedek dengan menghaturkan ayaban, ajuman putih kuning + banten / labaan bhuta kala ( ring sor ) mempermaklumkan kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Tri Murti ( Brahma, Wisnu, Siwa ) / pralingga atau beliau akan kiering ( disucikan ) ke pantai. Setelah selesai menghaturkan bhakti ( upakara ), prelingga beliau diturunkan dan diistanakan pada kahyangan desa ( linggih pesimpangan genah nyineb Ida Bhatara ). Ini dilakukan sehari sebelum pelaksanaan pakiisan Ida Bhatara katuran malih suci sorohan pada 1 soroh + ajuman / rayunan sebagai ungkapan rasa bhakti karma kepada Sang Hyang Tri Murti dan pralingga – pralingga yang lain. Setelah pemedek selesai melaksanakan persembahyangan dan nunas tirta – tirta wangsuh pada. Baru pralingga – pralingga diturunkan dan siap kairing kepantai untuk memohon penyucian pralingga dan pemedek Krama Desa Adat.      Adapun upakara melasti yang harus disiapkan adalah sebagai berikut :
1.        Upakara di Sanggar Surya
a.       Suci, Sorohan pada 1 soroh
b.      Peras santun alit 1 soroh
c.       Rayunan putih kuning 1 tanding
d.      Rantasan putih kuning seperagat.
e.       Genep salan laning upakara ring Sanggar ( biyu lalung, Peji ulu, Bungkak Kasturi )
2.        Upakara Ring Sor Sanggar Surya
a.       Gelar sanga tegep
b.      Segehan cacahan tegep sala tetabuh
3.            Upakara katur ring Segara / pura Batu Klotok dan Pengayengan Dalem Ped
a.       Suci, sorohan tegep pada soroh
4.            Banten Pekelem
a.       Suci alam, sorohan selem pada 1 soroh
b.      Salaran bebek selem, Ayam selem pada 1 ekor
c.       Tegen – tegenan, kompolan beras, ketan, injin, basa – basa genep.
5.            Upacara di Bale Pawedaan
a.       Suci, peras santun ngepat pada 1 soroh
b.      Dandanan, pengeresikan 1 soroh
c.       Lis sepasang
d.      Eteh – eteh Pangelukatan tegep 1 soroh
e.       Sesari miwah punia seketaman
6.            Upakara untuk pralingga
a.       Suci atau pejati tegep 1 soroh
b.      Rayuan putih kuning soang – soang Pralingga 1 tanding
c.       Segehan tegep saha tetabuh
Dari uaraian tersebut diatas dapatlah disebutkan bahwa upacara melasti disamping bertujuan untuk menyucikan pratima, pralingga dewa dan menyucikan diri kita lahir bathin, juga memohon kehadapan Ida Sang Hyang Widhi agar mengembalikan sari – sarining hidup dihanyutkan kelaut supaya dikembalikan ke daratan.
Jadi makna yang dapat dipetik dari upacara melasti adalah kebersihan dari pada manusia baik kebersihan jasmani maupun rohani karena kebersihan adalah sangat penting dalam kehidupan, dengan kebersihan maka orang akan dapat menjaga kesehatan dirinya. Di mana pepatah mengatakan kebersihan adalah pangkal kesehatan.
Di samping itu bergerak adalah satu usaha untuk meningkatkan kesehatan diri. Disini melalui upacara melasti dengan berjalan menuju ke sumber air atau kelaut adalah merupakan kegiatan olah raga ( bergerak ). Jadi maknanya disini adalah kebersihan dan bergerak, atau berolah raga untuk menuju kehidupan yang sehat baik rohani maupun jasmani.
2.      Pengrupukan / upacara Mabayang - bayang
            Khusus untuk upacara pecaruan Tilem Kesanga disebut dengan Pengerupukan atau di Desa Adat Sengkiding disebut dengan upacara Mabayang – bayang adalah merupakan upacara pembersihan terhadap alam lingkungan dan diri sendiri baik lahir maupun bathin. Dimana pada waktu pengrupukan yang pelaksanaannya sebagai berikut : Pelaksanaan upacara pecaruan, caru godel dilaksanakan diperempatan jalan Desa Adat Sengkiding dipimpin oleh salah satu Jero Mangku Kahyangan Tiga dan diikuti oleh Krama Desa Adat Lanang Istri mengikuti jalannya upacara. Adapun jenis upakara yang dipersembahkan dalam upacara pecaruan / pengrupukan ini sebagai berikut :
Belulangan godel saha reruntutannya :
-       Tandinga ulam godel satu tanding + sate 2 batang
-       Mebunga / memakai bunga pucuk bang 1 biji
-       Sane kelod ayam biying mepanggang
-       Sane ring tengah caru ayam berumbun + pejati
-       Peras
-       Pejati ke Surya
-       Timbungan godel 1 bungbung
-       Banyan, oot mewadah temilung upih
-       Daun biyah mewadah tamar berisi lekesan dan bias melila
-       Porosan mebuah beluluk lan tai temelek

-       Belulangan godel, metatakan daun kumbang

1 komentar: