GAMBARAN
UMUM DESA AAN
Desa
aan adalah satu dari tigabelas desa di wilayah kecamatan banjarangkan. Desa
sebagai susistem kota /kabupaten merupakan pelaksana pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan palig bawah dan sangat dekat bahkan besentuhan langsung
dengan masyarakat.
Desa
aan memiliki luas + 398 Ha, dengan jarak + 8 km arah
kota dari semarapura ibu kota Kabupaten klungkung. Berdasarkan luas daeran
tersebut di atas, maka desa Aan terbagi menjadi 4 wilayah dusun, 12 banjar, dan
dua desa adat ( desa Adat Aan dan Desa adat Sengkiding).
Wilayah
wilayah dusun yaitu:
1. Dusun
Peken,
Dalam
wilayah Dusun Peken terdapat 4 Banjar yaitu banjar Pempatan,Banjar Sala, Banjar
Selat, Banjar Peken.
2. Dusun
Pasek
Dalam
wilayah Dusun Pasek Terdapat 4 Banjar yaitu Banjar Pasek, Banjar Gingsir,
Banjar Griya, Banjar Piadnyan.
3. Dusun
Swelegri,
Dlam
wilayah Dusun Swelegiri terdapat 3 banjar yaitu banjar Petapan, banjar
Swelegiri, banjar Babakan,
4. Dusun
Sengkiding,
Dalam
wilayah Dusun Sengkiding terdapat 1 banjar dinas dan satu banjar adat yaitu
Banjar Sengkiding.
Desa
Aan memiliki batas-batas sebagai berikut:
→ Sebelah
utara : Desa Timuhun
→ Sebelah
timur : tukad jinah
→ Sebelah
selatan :
Desa Getakan
→ Sebelah
barat : Desa Tihingan
Berdasarkan
letak, daerah dan klasifikasi desa maka Desa Aan Meupakan Wilayah Bukan Pantai
, Katagori Daerah Pedesaan, dan klasifikasi swasembada.
SEJARAH TERBENTUKNYA
DESA AAN
Setiap
organisasi appun sudah pasti memiliki latar belakang sejarah, lebih-lebih suatu
desa pasti memilki sejarahnya sehingga terbuentuklah suatu desa. Dalama
penulisan sejarah saya sajikan secara singkat karena terbatasnya waktu
penelitian dan kurangnya pengetahuan sehingga sejarah singkat desa Aan saya
dasarkan pada benda-benda purbakala, prasasti-prasasti pura yang ada, disertai
penjelasan para penglingsir yang masih sebagai penduduk informal.
JRO PASEK GELGEL
MENIGGALKAN GELGEL
Kira-kira
abad ke 16 tepatnya setelah berlangsungnya 3 turunan pemerintahan raja gelgel,
maka jero pasek gelgel dengan beberapa pengiringnya minta pamit kepada Dalem
untuk mencari tempat sebagai tempat tinggal, yang sudah dapat diselidiki adri
Bukit Buluh, ternyata terdapat hutan di Barat Laut yang berisi beringin kembar.
Disanalah tujuan beliau beserta pengiringnya merambas hutan untuk dijadikan
desa.
Pada
bulan sarwa Icaka 1502 bulan juli 1580 masehi, rombongan tadi berangkat ke arah
barat laut melalui jalan Akah – manduang akhirnya sampai di Yeh Bulan.
Disanalah mereka membuat rumah-rumah sementara untuk merambas hutan disebelah
baratnya, ternyata hutan tersebut terdiri dari pohon “Ea”. Karena mengalami
suatu rintangan didalam perambasan tersebut maka, kepala rombongan mohon wayhu
di pucak bukit di sebelah utara hutan samil mengukur denahnya. Setelah mendapat
wahyu maka mereka mendirikan pelinggih (pura) tempat pemujaan yangdiberi nama
pura pengkuran dan sampai sekarang masih utuh untuk persembahyangan. Selanjutnya
rombongan turun dan mulai mengadakan perabasan lagi denga membuat stu pelinggih
yang diberi nama pura swela., yang sampai sekrang tetap disungsung yang
upacaranya jatuh pada hari saabtu wuku landep (tumpek landep). Disinilah
rombongan smbang samadi/bertapa dan selanjutnya ynag mendirikan pondok-pondok
perkemahan yang diberi nama “petapan”. Perambasan terus dilaksanakan dan
dilanjutkan sampai keselatan, dimana para pekerja yang meninggal dikubur
ddisebelah timur yang telah dirabas dengan mendirikan pelinggih dalem rajapati
diberi nama subangan. Dan untuk menghindari hal-hal yang diinginkan agar
keselamatan terjaga didirikan peinggih Sila Majemuh dan Puseh Swata.
I GEDE PASEK BERTEMU
DENGAN I GUSTI KACANG DAWA
DAN ADANYA RAKASA
BANGKONGAN
Selanjutnya
rombongan yang telah mempuyai pondok-pondok abasan. Di sebelah barat daya dari
pohon beringin kembar telah ada teratur rapi menyerupai desa, dimana pondok
tersebut telah dihuni oleh I Gusti kacang Dawa beserta pengikut-pengikutnya.
Mereka lebih dulu mendiami pondok pondok tersebut yang diberi nama pondok
banjar ambengan dan masih ada bukti sampai sekarang. Setelah mendengar
rombongan I Gede Pasek berada di pondok abasan swata, segeralah rombongan I
Gusti Dawa Bertemu dengan I Gede Pasek. Disanalah mengadakan pertemuan dan
saling menceritakan segala sesuatu yang sama mempunyai satu tujuan.
Diceritakan
di sebelah utara bukit terdapat sebuah goa besar yang dihuni olhe sebuah
makhluk seperti raksasa, memakan daging manusia yang bernama raksasa bangkongan.
PERPISAHAN I GUSTI
KACANG DAWA DENGAN I GEDE PASEK
Pondok
abasan semakin lama semakin berkembang. Dalam perencanaan akan melanjutkan
perabasaan lagi untuk membentuk desa yang permanen. Disinilah I Gusti Kacang
Dawa minta berpisah kepda I Gede Pasek karena ada rasa kekecewaan.
LAHIRNYA DESA AAN
Berselang
beberapa lama, kemudian pohon Ea sudah bersih dirabas maka segeralah jero Gede
Pasek beserta pengiringnya memindahkan pondok-pondoknya dari abasan serta
membangun rumah-rumah disebelah utara pohon beringin. Setelah membangun
rumah-rumah lalu I Gede Pasek merencanakan pembangunan desa.
Perangkat
desa mulai diadakan seperti banjar patus, tempat-tempat ibadah sangat
diutamakan seperti Kahyangan desa, Penataran Gunung Kawi dan lain-lain.
Wilayah Desanya
terbagi menjadi 3 banjar:
1. Banjar
kelodan (banjar peken sekarang)
2. Banjar
tengah ( banjar pasek sekarang)
3. Banjar
kaleran (banjar carik dalem/swelegiri sekarang)
Demikian
pula banjar adatnya dibagi menjadi 2 bagian yaitu Adat Banjar Patus dan Adat
Banjar pura. Setelah desa beserta perlengkapanya selesai dibangun maka
pembangunan selanjutnya diarahkan kepada sektor pertanian. Bendungan/empelan
segera dibangun, sehngga pengairan menjadi teratr dan lancar. Pondok abasan
yang dulunya menjadi tempat tinggal, sekarang dirubah dijadikan persawahan yang
sangat subur. Semenjak itulah seluruh areal dari hutan “Ea” di uban
namanya menjadi Desa Aan yang lebih kurang Icaka 1520.
Yang mengatur Desa Adat Aan adalah
keturunan I Gede Pasek, terhitung sampai 4 keturunan. Karena merasakan susunan
masyarakat belum begitu lengkap, beliau ingin agar dari warga lain ikut membina
dalam perkembangan adat istiadat di desa Aan. Maka bliau mohon kepada bliau di
Klungkung agar ada keluarga(keturunan) belau di desa Aan. Oleh Dalem Disuruhlah
Meminta putra dari I Dewa Agung Pembayun dari puri pejeng, yaitu Cokorde Gede
Rai Kesiman Pinatih Untuk Memacekin Di desa Aan. Kedatatangan Cokorda Gede Rai Kesiman
Pinatih diiringi oleh 20 kk warga mpu aji Yang berasal dari banjar sala desa
Tatiapi pejeng, sehinggautuk mengenang kampung halaman warga Mpu Aji disini
dibangunlah banjar bernama banjar sala yang bertempat di sebelah selatan desa
dekat Pura Dalem dan kuburan. Disamping memohon ke pejeng, juga memohon ke
tampak siring putra I Dewa Gede Mayun.
Cokorda
bersama i Gede Pasek mohon Brahmana untuk mengemban upacara ke agamaan. I Gede
Pade juga meminta keturunan I Dewa gede Karang dari akah. Setelah keturunan I
Dewa Gede Karang berada di desa Aan, maka pengemong desa dibagi menjadi 2(dua)
sebagai berikut:
1. Di
Sebelah Utara bencingah dipegang oleh I Gede Pasek
2. Di
Sebelah Selatan bencingah dipegang oleh I Dewa Gede Karang.
TERJADINYA DESA
SENGKIDING
Tahun-tahun
berikutnya terjadlah keributan antara Klungkung dengan Gianyar sebagia wilayan
di sebelah utara tukad bubuh telah diduduki oleh masyarakat gianyar. Maka oleh
Dalem di Klungkung diutuslah satu rombongan berasal dari Tangkup dan Margaayu
untuk membantu desa Aan lanjut membuat desa yang di beri nama desa Sengkiding.
Dalem Juga mengutus Cokorda dari Akah untuk mengatur desa di sengkiding.
Setelah itu barulah desa tersebut menjadi aman. Dalam perkembangan selanjutnya
didirikan beberapa pura antara lain: pura puseh, penataran, dalem dan
lain-lain. Desa sengkiding terdiri dari satu banjar dan pemancaan. Berselang
beberapa lama maka termasuk Kelungkung, sehingga belanda menguasai seluruh
pulau bali. Sementara selurh Kemencaan di bali dihapus termasuk kemancaan Aan
dan Sengkiding. Kedua kemancaan tersebut didadikan satu perbekelan yaitu
perbekelan Desa Aan, yang terbbagi menjari 4 banjar dins yaitu:
1. Banjar
Peken
2. Banjar
Carik dalem/Swelegiri
3. Banjar
pasek
4. Banjar
sengkiding.
Dalam
tradisi Banjar sengkiding memiliki Adat istiadat yang khas Yaitu Bayan- Bayang.
Pengertian Mabayang –
bayang
Kata
mabayang – bayang adalah merupakan perubahan daripada kata bayang – bayang,
dimana bayang – bayang ( bahasa Bali ) berarti korban suci untuk bhuta yadnya.
Bentuk aktif dari kata bayang adalah mabayang, yang mempunyai arti menarik.
Jadi secara etimologi bahwa kata mabayang – bayang ( bahasa Bali ) ini berarti
mengerjakan atau membuat suatu suasana gerakan saling tarik – menarik dengan
menggunakan kubalan ( belulangan ) anak sapi ( godel ).
Kata Mabayang –
bayang berarti :
- Siksa
- Kurban
untuk bhuta yadnya
- Tarik
menarik
Pengertian Mabayang –
bayang dimaksudkan disini dalam arti tarik menarik atau saling tarik, sebab
pada saat pelaksanaan upacara, kubalan sapi kecil ( belulangan godel ) dipakai
permainan oleh Krama Desa Adat Sengkiding sebagai tanda mengusir
bhuta kala agar tidak lagi mengganggu anggota masyarakat sekitar Desa Adat
Sengkiding.
Rangkaian dan
Pelaksanaan Upacara Mabayang – bayang
Upacara
Mabayang – bayang adalah merupakan rangkaian dari upacara Tawur Kasanga
(Perayaan hari raya Nyepi) yang datangnya tiap tahun sekali demikian juga upacara
mabayang – bayang yang merupakan pecaruan bertepatan dengan pengrupukan. Adapun
rangkaian pelaksanaannya :
1. Melasti/mekiyis
2. Pengrupukan
(Mabayang – bayang)
3. Nyepi
(Sipeng)
4. Ngembak
Geni
1. Melasti
( Mekiyis )
Pada
trayodasa kresna paksa sasih Kesanga sampai hari Tilem sasih kesanga adalah
hari yang baik untuk melakukan pelastian, dimana tujuannya adalah untuk
membersihkan segala dosa dan kotoran jagat, pratima atau pralingga Dewa dan
para pangiringnya semua menuju ke sumberair yang dianggap suci, karena air
adalah sebagai sarana pembersihan, baikdalam kehidupan sehari – hari maupun
dalam hubungannya dengan upacara keagamaan. Air sebagai pembersih atau
penyucian dapat diketahui dari mantram unutk Dewi Gangga yaitu :
Om, Apsu dewa
pawitrani,
Gangga dewi namo
stute,
Sarwa klesa
winaçanam,
Toyane pariçuddhyate,
Sarwa papa wina ini,
Sarwa roga wmocana,
Sarwa kleça
winaçanam,
Sarwa bhogam
awapnuyat.
Artinya :
Om dewata, air adalah
pemberi kesucian, engkau adalah Dewi Gangga, sujud padaMu, Engkau adalah
pembasmi semua kekotoran dengan air sucimu, Engkau menyucikannya, Engkaulah
yang menghancurkan semua kejahatan dan yang membebaskan dari semua penderitaan
serta menghancurkan semua kekotoran, Engkau yang memperoleh semua apa yang
dapat dinikmati.
Sebagai
contoh air berfungsi sebagai pembersih atau penyucian dapat kemukakan sebagai
berikut :
1. Setiap
hari orang mandi dengan air untuk membersihkan jasmaninya dari kekotoran agar
badannya merasa segar dan sehat.
2. Orang
yang merasa dirinya leteh atau kotor akan mencari seorang pendeta untuk melukat
dirinya dari leteh itu, dimana pendeta akan mepergunakan air sebagai sarana
penyucian yang sudah dipujainya.
3. Pada
waktu selesai sembahyang maka setiap umat akan diperciki air/tirta sebagai
pembersihan secara rohani.
4. Orang
memohon penglukatan kelaut setiap bulan Tilem dan Purnama adalah untuk
membersihkan badan, maupun jiwanya dari kekotoran.
Di samping air
sebagai saran penyucian juga air adalah sebagai sumberdari kehidupan (amrta).
Air sebagai sumber kehidupan dapat diketahui dari puja untuk Dewi Gangga yaitu
:
Om Gangga dewi maha
thitam,
Toyasta tova
nirmalam,
Amrtas ca mahadewi,
Sarva papa vimuktinam
Artinya :
Om Dewi Gangga adalah
maha sumber dari air kehidupan, Ia tinggal di dalam air dan merupakan air suci,
Ia adalah air kehidupan, Dewi Maha Besar, Ia membebaskan dari segala bencana.
Untuk
upacara pelastian dalam rangka menyambut tahu baru çaka, hendaknya menuju ke laut.
Hal ini disebabkan karena laut adalah merupakan sumber air terbesar yang dapat
melebur segala kekotoran jagat (dunia) seperti disebutkan dalam Samudra Stava
sebagai berikut :
Jala nidhi maha
viryam,
Brahma Visnu
Maheswaram,
Sarva jagat
prakirtinam,
Sarva vighna
vinasanam,
Nagenra krura
murtinam,
Gajendra matya
vaktranam,
Bruna dewa ma
sariram,
Sarva jagat
suddhatmakam
Artinya :
Tempat
berkumpulnya air dengan tenaga hebat, yang sama dengan Brahma, Wisnu dan
Maheswara, terkenal di seluruh dunia, terkenal di seluruh dunia, pelenyapan
segala rintangan.
Raja
ular dalam wujud yang dahsyat, raja gajah dengan moncong seekor ikan, dalam
wujud sebagai Dewa Varuna, yang sifatnya adalah membersihkan alam semesta.
Mengenai
sebagai sumber dari amrta dapat diketahui dari cerita Dewi Ruci. Di ceritakan
bahwa Bima diutus gurunya Bhagawan Drona untuk mencari amrta yang letaknya di
tengah lautan. Akhirnya dengan tekad bulat Bima terjun ketengah lautan dan
menjumpai Dewi Ruci yang rupanya seperti Bima tapi kecil. Dewa Ruci menyuruh
Bima masuk kedalam tunuh Dewa Ruci yang kecil ini, ternyata bahwa bulan bintang
dan jaringan alam semesta ini dapat dilihat oleh Bima. Ini berarti bahwa Bima
telah menemui amrta dimana Dewa Ruci tidak lain dari Ida Sang Hyang Widhi. Jadi
dalam cerita ini ada di hubungkan Ida Sang Hyang Widhi dengan laut sebagai
sumber dari kehidupan.
Pelaksanaan
pakiisan yang dilakukan oleh Krama Desa Adat Sengkiding, diawali dengan matur
piuning pada masing – masing parhyangan desa atau parhyangan yang ada
hubungannya dengan kahyangan tiga diawali dengan menghaturkan pejati ( piuning
) disertai dengan bhakti masing – masing pemedek dengan menghaturkan ayaban,
ajuman putih kuning + banten / labaan bhuta kala ( ring sor ) mempermaklumkan
kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Tri Murti ( Brahma,
Wisnu, Siwa ) / pralingga atau beliau akan kiering ( disucikan ) ke pantai.
Setelah selesai menghaturkan bhakti ( upakara ), prelingga beliau diturunkan
dan diistanakan pada kahyangan desa ( linggih pesimpangan genah nyineb Ida
Bhatara ). Ini dilakukan sehari sebelum pelaksanaan pakiisan Ida Bhatara
katuran malih suci sorohan pada 1 soroh + ajuman / rayunan sebagai ungkapan
rasa bhakti karma kepada Sang Hyang Tri Murti dan pralingga – pralingga yang
lain. Setelah pemedek selesai melaksanakan persembahyangan dan nunas tirta –
tirta wangsuh pada. Baru pralingga – pralingga diturunkan dan siap kairing
kepantai untuk memohon penyucian pralingga dan pemedek Krama Desa
Adat. Adapun upakara melasti yang harus
disiapkan adalah sebagai berikut :
1. Upakara
di Sanggar Surya
a. Suci,
Sorohan pada 1 soroh
b. Peras
santun alit 1 soroh
c. Rayunan
putih kuning 1 tanding
d. Rantasan
putih kuning seperagat.
e. Genep
salan laning upakara ring Sanggar ( biyu lalung, Peji ulu, Bungkak Kasturi )
2. Upakara
Ring Sor Sanggar Surya
a. Gelar
sanga tegep
b. Segehan
cacahan tegep sala tetabuh
3. Upakara
katur ring Segara / pura Batu Klotok dan Pengayengan Dalem Ped
a. Suci,
sorohan tegep pada soroh
4. Banten
Pekelem
a. Suci
alam, sorohan selem pada 1 soroh
b. Salaran
bebek selem, Ayam selem pada 1 ekor
c. Tegen
– tegenan, kompolan beras, ketan, injin, basa – basa genep.
5. Upacara
di Bale Pawedaan
a. Suci,
peras santun ngepat pada 1 soroh
b. Dandanan,
pengeresikan 1 soroh
c. Lis
sepasang
d. Eteh
– eteh Pangelukatan tegep 1 soroh
e. Sesari
miwah punia seketaman
6. Upakara
untuk pralingga
a. Suci
atau pejati tegep 1 soroh
b. Rayuan
putih kuning soang – soang Pralingga 1 tanding
c. Segehan
tegep saha tetabuh
Dari uaraian tersebut
diatas dapatlah disebutkan bahwa upacara melasti disamping bertujuan untuk
menyucikan pratima, pralingga dewa dan menyucikan diri kita lahir bathin, juga
memohon kehadapan Ida Sang Hyang Widhi agar mengembalikan sari – sarining hidup
dihanyutkan kelaut supaya dikembalikan ke daratan.
Jadi makna yang dapat
dipetik dari upacara melasti adalah kebersihan dari pada manusia baik
kebersihan jasmani maupun rohani karena kebersihan adalah sangat penting dalam
kehidupan, dengan kebersihan maka orang akan dapat menjaga kesehatan dirinya.
Di mana pepatah mengatakan kebersihan adalah pangkal kesehatan.
Di samping itu
bergerak adalah satu usaha untuk meningkatkan kesehatan diri. Disini melalui
upacara melasti dengan berjalan menuju ke sumber air atau kelaut adalah
merupakan kegiatan olah raga ( bergerak ). Jadi maknanya disini adalah
kebersihan dan bergerak, atau berolah raga untuk menuju kehidupan yang sehat
baik rohani maupun jasmani.
2. Pengrupukan
/ upacara Mabayang - bayang
Khusus
untuk upacara pecaruan Tilem Kesanga disebut dengan Pengerupukan atau di Desa
Adat Sengkiding disebut dengan upacara Mabayang – bayang adalah merupakan
upacara pembersihan terhadap alam lingkungan dan diri sendiri baik lahir maupun
bathin. Dimana pada waktu pengrupukan yang pelaksanaannya sebagai berikut :
Pelaksanaan upacara pecaruan, caru godel dilaksanakan diperempatan jalan Desa
Adat Sengkiding dipimpin oleh salah satu Jero Mangku Kahyangan Tiga dan diikuti
oleh Krama Desa Adat Lanang Istri mengikuti jalannya upacara. Adapun jenis
upakara yang dipersembahkan dalam upacara pecaruan / pengrupukan ini sebagai
berikut :
Belulangan godel saha
reruntutannya :
- Tandinga
ulam godel satu tanding + sate 2 batang
- Mebunga
/ memakai bunga pucuk bang 1 biji
- Sane
kelod ayam biying mepanggang
- Sane
ring tengah caru ayam berumbun + pejati
- Peras
- Pejati
ke Surya
- Timbungan
godel 1 bungbung
- Banyan,
oot mewadah temilung upih
- Daun
biyah mewadah tamar berisi lekesan dan bias melila
- Porosan
mebuah beluluk lan tai temelek
- Belulangan
godel, metatakan daun kumbang
mantap
BalasHapusApakah ada babad menyatakan sejarah Mpu Aji lebih lanjut? bahwa Mpu Aji ini keturunan dari siapa? Soalnya ada juga Mpu Aji Dukuh Sakti.
BalasHapus