Halaman

Jumat, 17 Januari 2014

Contoh Proposal Mini Penelitian Kuantitatif


A.      JUDUL:     PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE GI (GROUP INVESTIGATION) UNTUK MENINGKATKAN RESPON DAN HASIL BELAJAR  DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU PADA SISWA KELAS V SD NO. 6 SELAT KECAMATA SUKASADA KABUPATEN BULELENG TAHUN PELAJARAN  2012/2013

B.        Latar Belakang Masalah
Kemajuan dan perkembangan pendidikan menjadi faktor penentu keberhasilan suatu bangsa. Beberapa indikasi dapat dilihat dari kemajuan dunia barat seperti Amerika dan Eropa yang selalu mejadi panutan setiap berbicara masalah pendidikan. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang dalam posisinya masih dikatakan sebagai Negara berkembang, sedang mencari bentuk tentang bagaimana cara dan upaya agar menjadi Negara yang maju dan lepas dari ketertinggalan terutama dibidang pendidikan. Harapan ini sudah barang tentu harus ditopang kesadaran semua pihak untuk dapat berbuat dan mencoba mengisi ketertinggalan tersebut (Mu’allim dalam Mastuhu, 2003:XIII). Namun seperti yang dirasakan sampai sekarang, sistem pendidikan kita masih memerlukan banyak pembenahan disegala sisi.
Sistem Pendidikan Nasional masih berpegang pada paradigma lama bahwa ilmu itu diperoleh dengan jalan diberikan atau diajarkan oleh orang yang lebih pandai (Guru) kepada pembelajar. Guru tahu, pembelajar tidak tahu; guru memberi pembelajar menerima; guru aktif, pembelajar pasif atau menunggu; guru mengatakan, pembelajar menirukan; guru mengajar, pembelajar menghafal dan seterusnya. Tidak ada kritik atau koreksi terhadap pendapat guru. Yang ada adalah minta penjelasan kemudian menerima dan mengikutinya. Demikian pula halnya dengan sikap membaca buku-buku pelajaran dan buku-buku ilmiah lainnya, tidak ada kritik dan koreksi, yang ada hanya menerima, mengikuti dan mengamalkannya. Jadi ilmu itu dimiliki oleh guru dan oleh mereka telah belajar, menerima dari gurunya (Mastuhu, 2003:39-40).
Freire seperti dikutip Mirtiningsih (2004:73-74) menanggapi hal ini pula degan istilahnya “Sistem Bank dalam pendidikan” fenomena yang serupa dalam sistem pengajaran di Indonesia yang dinyatakan, bahwa pendidikan menjadi semacam aktivitas menabung dimana peserta didik duduk sebagai tabungan dan pendidik sebagai penabung. Pendidik memberikan pengajaran seperti mengisi tabungan yang kemudian diterima, dan diulangi dengan patuh oleh peserta didiknya. Tugas peserta didik hanya terbatas pada penerima, mencatat, dan menyimpan. Kendati memiliki kemampuan menjadi pengumpul dan pencatat barang-barang simpanan, peserta didik sendiri yang akan disimpan, karena miskin kreativitas dan daya transformasi realitas yang dihadapinya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pendidikan termasuk pengajaran agama Hindu haruslah berorientasi kepada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri.
            Seiring dengan adanya pemikiran tentang pembaharuan pendidikan, nampaknya telah berkembang pula berbagai inovasi pelajaran yang kini banyak dikembangkan oleh para ahli pendidikan dalam upaya penemuan suatu paradigma baru dalam pembelajaran dikelas baik menyangkut model, strategi dan metode pembelajaran. Salah satunya adalah apa yang dinamakan pembelajaran kontekstual (Contextual teaching and Learning/CTL).
Pembelajaran kontekstual memiliki kesesuaian dengan adanya keinginan/upaya untuk melakukan pembenahan kualitas pada pembelajaran pendidikan agama Hindu. Pendekatan kontekstual ini menekankan konsep dimana guru berusaha menghadirkan situasi dunia nyata didalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai angota keluarga dan masyarakat (Deidiknas, 2003:1; Nurhadi dan Senduk, 2003:24). hal ini sejalan dengan upaya guru untuk dapat menghadirkan semangat peristiwa masa lalu kedalam kelas, sehingga pembelajaran agama Hindu terkesan lebih hidup dan mengurangi kecenderungan abstraksi yang mana selama ini sering siswa rasakan sebagai pembelajaraan dongeng oleh guru didalam kelas, sehingga sering membawa efek turunan seperti rasa ngantuk, bosan, dan tidak mengairahkan siswa.
            Oleh karena itu, sejalan dengan sepirit pembelajaran kontekstual maka partisipasi siswa secara optimal merupakan sebuah keharusan. Pembelajaran kontekstual ini dapat dilakukan dengan berbagai strategi, salah satunya adalah strategi pembelajaran kooperatif. Strategi ini dapat dilakukan antara lain melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk berkerjasama untuk memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Dalam artian siswa belajar dalam lingkup interkasi sosial yang lebih aktif yang menekankan multi arah.
Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan dalam strategi pembelajaran kooperatif adalah metode GI (Group Inventigation). Karakteristik atau sifat dari metode ini sangat relevan dengan pemikiran diatas, yakni mengarahkan kemampuan pembelajar untuk menganalisis konsep-konsep pembelajaran dengan cara “Penyelidikan” secara mendalam melalui kerja kelompok metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (Group Process Skills). Ini menunjukkan adanya proses pembelajaran untuk mengajarkan ketermpilan sosial dan peningkatan penguasaan akademik siswa, yang mana sudah relevan dengan prinsip kontruktivisme dalam kaitannya dengan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (Nurhadi dan Senduk, 2003:64).
Mata pelajaran agama Hindu dipandang sebagai pelajaran yang kurang menarik untuk dipelajari karena diidentifikasikan sebagai pelajaran hafalan. Padahal secara kontekstual agama Hindu merupakan Ilmu yang membentuk manusia yang pancasialis dan astiti bhakti dan membentuk moral dan  spiritual anak didik. Dengan demikian diperlukan guru agama Hindu yang berkompeten dalam mendidik siswa. Kemampuan seorang guru didalam mengadakan pariasi dalam kegiatan pembelajaran agama Hindu, diharapkan dapat mendorong dan memotivasi belajar siswa dalam usaha meningkatkan minat belajar dalam setiap proses pembelajaran agama Hindu yang dilaksanakan.
Berdasarkan pada prinsip-prinsip tersebut dan mengacu pada temuan dilapangan yakni kualitas pembelajaran agama Hindu dikelas V SD NO, 6 Selat, maka persoalan tersebut akan diupayakan untuk diatasi dengan mencobakan penerapan model pembelajaran kontekstual dengan pengajaran kooperatif, khususnya mengunakan metode atau pendekatan GI.
C.        Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1.         Apakah dengan penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode GI, untuk meningkatkan respon dan hasil belajar  dalam pembelajaran pendidikan agama hindu akan terjadi peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan agama Hindu dikelas V SD NO, 6 Selat Tahun Pelajaran  2012/2013?
2.         Apakah dengan penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode GI, untuk meningkatkan respon dan hasil belajar  dalam pembelajaran pendidikan agama hindu akan terjadi peningkatan hasil pembelajaran pendidikan agama Hindu dikelas V SD NO, 6 Selat Tahun Pelajaram  2012/2013?

D.        Tujuan Penelitian
            Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah. Setiap kegiatan yang dilakukan dibuat suatu perencanaan  yang matang, sehingga dalam pelaksanannya dapat meminimalkan hambatan yang akan ditemuai serta hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Demikian pula halnya dengan penelitian karya tulis ilmiah sudah tentu memppunyai suatu tujuan yang hendak ingin dicapai. Adapaun tujuan dari penelitian ini meliputi dua tujuan pokok yaitu tujuan yang bersifat umum dan khusus.
  1. Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada kalangan pendidik khususnya Guru Agama Hindu bahwa penerapan metode GI dalam pembelajaran Agama Hindu dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar.
  1. Tujuan khusus
Adapun  tujuan secara khusus yang ingin dicapai didalam penelitian ini sebagai berikut:
a.       Untuk mengetahui kualitas pembelajaran pendidikan Agama Hindu dikelas V SD NO, 6 Selat Tahun Pelajaran 2012/2013. Lewat penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode GI (group investigation)
b.      Untuk menegtahui hasil belajar pendidikan Agama Hindu dikelas V SD NO, 6 Selat Tahun Pelajaran 2012/2013. Lewat penerapan mode kooperatif dengan metode GI (group investigation).
E.        Manfaat Penelitian
            Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa kontribusi, baik bersifat praktis maupun teoretis, yakni .
1.         Bagi guru pendidikan agama Hindu hasil penelitian ini dapat dijadikan masukkan, acuan, dan pedoman yang bersifat alternatif untuk diterapkan, dikembangkan atau dikaji secara alamiah dalam pembelajaran pendidikan agama Hindu sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah setempat.
2.         Sebagai pedoman pembelajaran kepada siswa dalam memahami konsep-konsep agama Hindu yang selama ini cenderung dipahami sebagai suatu yang bersifat abstrak, menjadi suatu materi yang bisa “Diberikan” dalam kelas dan dikonkretkan dengan kondisi kontekstual lingkungan pembelajar.
3.         Sebagai bahan masukan bagi   SD NO, 6 Selat Tahun Pelajaran 2012/2013 dalam mengembangkan model-model pembelajaran, khususnya dalam model pembelajaran pendidikan agama Hindu,  dan model-model pembelajaran mata pelajaran lain dalam rangka meningkatkan kinerja sekolah secara keseluruhan.
4.         Bagi jurusan pendidkan agama Hindu penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif acuan untuk mengevaluasi tingkat pengembangan pembelajaran agama Hindu yang selama ini dibelajarkan pada mahasiswa ditingkat jurusan sehingga diharapkan akan bisa memunculkan motivasi bagi mahasiswa jurusan pendidikan agama Hindu khususnya untuk terus mengembangkan penelitian dibidang yang sama, walaupun dengan menerapkan metode dan strategi pengajaran yang berbeda.
5.         Sebagai seorang calon guru pendidikan agama Hindu, penelitian ini akan lebih mengasah keteramplilan peneliti untuk mempersiapkan diri menjadi seorang guru pendidikan agama Hindu yang baik, sebelum terjun mengajar disekolah.
F.   Kajian Pustaka
Untuk mempermudah dalam melakukan penelitian maka penulis mengunakan skripsi sebagai bahan pertimbangan dalam menggali informasi.
Sulasmi (2007), dalam skripsinya berjudul “Efektifitas penerapan metode CTL dalam pembelajaran pendidikan agama Hindu pada siswa kelas VIII Semester I SMP Widya Dharma Suter Bangli Tahun 2006/2007”, menunjukkan bahwa efektifitas penerapan metode CTL selama dua kali siklus tindakan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran pendidikan agama Hindu siswa kelas VIII Semester I SMP Widya Darma Suter Bangli Tahun 2006/2007, baik proses maupun hasil belajar yang diperoleh siswa.
Yudthi Juniawan (2008), menyatakan dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan model pembelajaran kooperatif GI (Group Investigation) Untuk meingkatkan motivasi dan hasil belajar mata pelajaran IPS terpadu pada siswa kelas VII Semester Ganjil tahun ajaran 2007/2008 di SMP Negeri 2 Sawan, menyebutkan bahwa peningkatan motivasi belajar siswa sebesar 78% dari katagori cukup menjadi katagori sedang pada siklus dengan M% = 79% sedangkan pada siklus III katagori tinggi dengan M% = 83% demikian juga dengan hasil belajar siswa pada siklus I hasil belajar siswa berada pada katagori sedang dengan M% = 62% sedangkan pada siklus II hasil belajar mengalami peningkatan berada pada katagori sedang dengan M% = 67% dan pada siklus III hasil belajar meningkat dengan katagori tinggi dengan M% = 83%. Peningkatan tersebut terjadi karena penerapan model pembelaajran kooperatif dengan metode GI diterapkan dengan efektif.
Winastuti (2007), dalam skripsinya berjudul “Penerapan model pembelajran mandiri terhadap peningkatan hasil belajar pendidikan agama Hindu di SMA (Studi Eksperimen pada siswa kelas X SMAN 8 Denpasar tahun ajaran 2006/2007” menyatakan bahwa hasil belajar siswa yang diajarkan dalam model pembelajaran mandiri pada kelompok eksperimen secara signifikan lebih baik dari kelompok kontrol yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.
Dalam kaitannya dengan penelitian yang dilaksananakannya ini, maka penelitian Winastuti memberikan kontribusi sebagai acuan untuk mencapai hasil belajar pendidikan agama Hindu tertama dalam penerapan pembelajaran CTL berdasarkan Learning Community.
Landep (2006), dalam tesisnya yang berjudul “Pembelajaran etika Agama hindu dengan peningkatan Kontekstual kelas VII SMP Negeri 2 Dawan Kabupaten Klungkung”, menyatakan  bahawa pembelajaran agama Hindu dengan materi utama Etika Tri Kaya Parisuda dengan pendekatan kontekstual merupakan pembelajaran yang bermakna bagi pesera didik dan dapat menuntun sikap dan prilaku berdasarkan Etika. Bentuk pembelajaran menghadirkan kondisi nyata kedalam situasi belajar dikelas. Proses pembelajaran melalui proses menghubungkan pengetahuan dengan peniruan simulasi dan praktek nyata tentang pelaksanaan Etika Tri Kaya Parisuda. Dampak belajarnya dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman serta aplikasi sikap, tingkah laku berdasarkan konsep Tri Kaya Parisuda sebagai ajaran agama Hindu.
Penelitian Landep tersebut dapat digunakan sebagai salah satu perbandingan didalam melihat keberhasilan penerapan pembelajaran kontekstual dikelas terutama dalam kaitanya dengan proses pembelajaran pendidikan agama Hindu.
G.    Landasan Konsep
1.   Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif menurut S. Nasution, (1982:46). Adalah suatu pembelajaran yang dibentuk dalam kelompok kecil dengan anggota kelompok bekerjasama mengoptimalkan dirinya dalam belajar untuk menyelesaikan tugas.
Menurut Suryati, (1998:21). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dalam bentuk belajar kelompok, dimana berlangsung suatu diskusi yang terdiri dari 2-7 orang dalam pemecahan masalah.
Menurut Ratumanan, (2002:107). Menyatakan pembelajaran kooperatif merupakan suatu kumpulan strategi mengajar yang digunakan guru untuk membantu siswa dalam mempelajari sesuatu.
Pendapat tersebut juga selajan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hulubec (dalam Nurhadi. Dkk, 2004:60). Menyatakan bahwa pengajaran kooperatif (Coperatif learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui pengunaan kelompok kecil, dan siswa berkerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Sedangkan Muhamad Nur, (2005:21). Model pembelajran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran mulai dari keterampilan-keterampilan dasar sampai pemasalahan kompleks. Dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu belajar satu sama lainya. Kelompok beranggotakan siswa dengan hasil belajar tinggi, sedang dan rendah, laki-laki dan perempuan, siswa dengan latar belakang berbeda sehingga tercipta suatu kelompok yang heterogen.
Menurut Anita Lie, (2005:31). Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang bersif gotong royong dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif ini merupakan suatu pengelompokan dimana adanya unsur kerja sama tim dalam kelompok tersebut untuk menyelesaikan suatu masalah.
Nurhadi dan Gerred Senduk, (2003). Mengemukakan bahwa: Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup didalam bermasyarakat nyata.
Berdasarkan pandangan dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu pola pembelajaran yang mengkondisikan siswa dalam kelompok belajar kecil yang hitrogen dimana setiap anggota kelompok saling bekerja sama dalam mempelajari suatu materi pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2.   Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode GI (Group Invenstigation)
Seperti apa yang diterangkan oleh Sharan, dkk dari Universitas Tel Aviv seperti dikutip Nurhadi dalam Senduk (2003:64), bahwa metode GI menurut peserta didik/pembelajar memilih kemampuan dalam berkomunikasi maupun dalam kemampuan proses kelompok (Group Process Skills). dalam model ini pembelajar dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara mempelajarinya melalui investigasi. dalam skenario pembelajaran, guru membagi kelas dalam kolompok-kelompok yang beranggotakan 6-7 orang siswa dalam karakteristik yang heterogen. pembagian kelompok dapat juga  didasarkan terhadap suatu topik tertentu. para siswa memilik topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap topik yang dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan dalam bentuk laporan yang akan disajikan di depan kelas.
Langkah-langkah tipe GI menurut Kunandar, (2007:344-345).
Seleksi topic; Para siswa memilik berbagai sub topik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. para siswa kemudian diorganisasikan kedalam kelompok-kelompok yang terorganisasi pada tugas (Task oriented group) yang beranggotakan 2-6 orang dengan komposisi heterogen, baik dalam hal etnis, jenis kelamin maupun kemampun akademis.
a.         Merencanakan kerjasama; Para siswa bersama dengan guru merencanakan berbagai prosedur belajar, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topic dan sub topik yang telah dipilih dalam langkah (a) di atas.
b.        Implementasi; Para siswa merencanakan rencana yang telah dirumuskan  pada langkah (b). Pembelajaran melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong sswa untuk mengunakan berbagai sumber belajar baik yang ada di dalam maupun yang ada diluar kelas. Guru secara terus menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
c.          Analissi dan Sintesis; para siswa menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi yang doperoleh pada langkah (C ) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik daidalam kelas.
d.        Menyajian hasil akhir; semua kelompok memperesentasikan berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa didalam kelas dapat saling berinteraksi dan mencapai perspektif yang lebih luas mengenai topik terwsebut
e.         Evalusai; selanjutnya guru beserta para siswa menlakukan evaluasi mengenai konstribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individual atau kelompok atau keduannya.
3.   Hasil Belajar
         Hasil belajar adalah kemapuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk prilaku yang relatif menetap (Abdurahman, 1999 : 37). Dalam kegiatan belajar yang terprogram yang disebut kegiatan belajar mengajar, tujuan pembelajaran telah ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Siswa yang berhail dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau idikator-indikator pencapaian.
Menurut Bloom (dalam Abdurahman 1999 : 38) ada tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik, sedangkan Abdurahman (1999) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan keluaran dari suatu sistem pemrosesan masukan. Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah kinerja atau perbuatan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang dikemukakan oleh Kaller (dalam Abdurahman, 1999 : 152) salah satunya adalah hasil belajar dipengaruhi oleh intelegensi dan penguasaan awal siswa tentang materi yang akan dipelajari. Ini berarti bahwa guru perlu menetapkan tujuan sesuai dengan kapasitas intelegensi siswa dan pencapaian tujuan belajar perlu menggunakan bahan apersepsi, yaitu bahan yang telah dikuasai siswa sebagai batu loncatan untuk menguasai bahan pelajaran baru. Hasil belajar juga dipengaqruhi oleh adanya kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran. Ini berarti guru perlu menyusun rancangan dan pengelolaan pembelajaran yang memungkinkan siswa bebas untuk melakukan terhadap lingkungannya.
Secara garis besar Arikunto (1993 : 211) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu yang bersumber dari dalam diri manusia yang disebut faktor internal, dan faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar yang disebut dengan faktor eksternal.
a.          Faktor yang berasal dari dalam diri manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu faktor biologis dan psikologis. Yang termasuk faktor biologis adalah usia, kematangan dan kesehatan. Sedangkan yang termasuk sebagai faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar.
b.      Faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu faktor manusia (human) dan faktor non manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan fisik.
Suryabrata (1982 : 27) juga mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu ada dua faktor, faktor luar dan faktor dalam.
            Faktor luar dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor lingkungan dan faktor instrumental.
a.       Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan alam dan lingkungan sosial. Lingkungan alam seperti keadaan suhu, kelembaban udara dan suasana tempat belajar. Lingkungan sosial seperti tempat tinggal, teman bergaul, dan tatanan pembangunan yang dapat menganggu konsentrasi belajar yang berpengaruh terhadap hasil belajar.
b.      Faktor instrumental adalah faktor yang  penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor ini berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan belajar yang direncanakan. Faktor ini tersiri dari kurikulum, program, sarana dan fasilitas, serta guru.
Faktor dari dalam dapat dibagi menjadi dua yaitu fisiologis dan psikologis.
a.                   Faktor fisiologis seperti kondisi fisiologis secara umum dan keadaan panca indra. Kodisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh pada hasil belajar seseorang. Orang yang keadaan segar jasmaninya akan berlainan hasil belajarnya dengan orang yang kelelahan, hal ini yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi panca indra terutama pengelihatan dan pendengaran karena sebagian besar yang dipelajari manusia menggunakan pengelihatan dan pendengaran.
b.                  Faktor psikologis seperti minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif. Minat merupakan kecendrungan terhadap suatu obyek atau aktivitas yang menimbulkan perasaan senang yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Motivasi merupakan daya dalam diri seseorang yang mendorong untuk berbuat atau merupakan suatu pendorong yang ada pada  manusia untuk melakukan kegiatan tertentu seperti berpartisipasi dalam proses belajar mengajar di kelas sehingga berpengaruh pada hasil belajar. Orang yang lebih cerdas pada umumnya akan mampu belajar daripada yang kurang cerdas. Bakat merupakan faktor yang mempengaruhi hasil belajar seseorang yang belajar sesuai dengan bakatnya akan cenderung mendapatkan hasil belajar yang lebih baik.
   Untuk lebih jelasnya tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil

4.   Pendidikan Agama Hindu
a.      Pengertian Pendidikan Agama Hindu
Secara umum pendidikan agama sangat penting dalam kehidupan mengingat manusia sebagai mahluk Homorelegius, yang membutuhkan ketenangan dan kebahagian sejati. Pendidikan agama tidak semudah pendidikan yang lainya karena mencakup banyak hal termasuk etika dan susila. disamping itu pencapaian pendidikan agama tidak pada pengetahuan semata, tetapi pada tumbuhnya kesadaran dari dalam diri seseorang sehingga pengetahun (Know Ledge) belum tentu berati kebajikan (Virtues) seperti yang diharapkan pendidikan agama Hindu.
(1)         Tujuan Pendidikan Agama Hindu
Pudja, (1985:21) menyatakan bahwa: tujuan agama Hindu di sebut dengan “Moksartham Jagadhita ya ca iti Dharma” artinya dharma ini untuk tujuan moksa dan kebaikan dunia (masyarakat)
Untuk dapat mencapai tujuan hidup di dunia maupun di tujuan akhir yaitu moksa. Agama Hindu mengajarkan bahwa ada emat jalan atau cara yang ditempuh sesuai dengan kemampuan dan intelektual para umatnya. keempat jalan ini disebut dengan Catur Marga.
Sura (1981:58) Menjelaskan bahwa:
Catur Marga adalah empat jalan untuk menghubungkan diri kepada Tuhan. keempat jalan atau cara untuk menghubungkan diri atau cara untuk menghubungkan diri dengan Tuhan adalah sebagai berikut: 1) Bhakti Marga, yaitu cara atau jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan dengan jalan sujud dan bhakti kepada Tuhan, 2) Karma Marga, jalan atau cara untuk menghubungkan diri dengan TUhan yang Maha Esa dengan jalan berbuat baik dan ikhlas tanpa pamrih, 3) Jnana Marga, yaitu jalan atau cara untuk menghubungkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan melakukan tapa, brata dan Samadhi.
Berdasarkan keputusan seminar kesatuan tafsir terhadap aspek-aspek Agama Hindu I-V, Parisada Hindu Dharma Pusat (1997/1998:23-24) memberikan perumusan mengenai tujuan pendidikan Agama Hindu sebagai berikut:
1.  Tujuan pendidikan Agama Hindu diluar sekolah:
a.   Menamakan ajaran Agama Hindu itu menjadi keyakinan dan landasan segenap kegiatan umat dalam semua kehidupan
b.  Ajaran Agama Hindu mengarahkan pertumbuhan tata masyarakat umat Hindu hingga serasi  dengan Pancasila dasar Negara Repoblik Indonesia.
c.   Menyerasikan dan menyeimbangkan pelaksanaan bagian-bagian ajaran Agama Hindu dalam masyarakat antara Tattwa, susila dan Yadnya.
d.  Untuk mengembangkan hidup rukun antara umat berbagai agama.
2.  Tujuan pendidikan Agama Hindu di sekolah:
a.   Membentuk Manusia Pancasialis yang astiti berbhakti (Bertakwa) kepada Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.
b.  Membentuk moral, etika dan spiritual anak didk yang sesuai dengan ajaran Agama  Hindu.
Menurut UU.RI. No. 20 Tahun 2003 mengenai tujuan pendidikan keagamaan, dalam pasal 30 ayat 2 dinyatakan sebagai berikut:
Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya atau menjadi ahli agama.
Untuk merealisasikan tujuan pendidikan agama di atas, maka sekolah sebagai pendidikan formal tent uterus memiliki program dan metode ini harus di sesuaikan dengan tingkat anak didik tersebut baik tingkat umur maupun tingkat kebutuhan. Misalnya tingkat sekolah dasar, yang notabene para anak didik masih senang bermain, maka hendaknya penyampaian pendidikan Agama Hindu disesuaikan dengan dunianya masing-masing. Namun apabila anak didik sudah memiliki pemahaman agama lebih maka metode dalam penyampaian pengetahuan agama pun disesuaikan pula dengan keadaan.
Sedangkan tujuan pembelajaran Agama Hindu menurut kurikulum pendidikan dasar dan mata pelajaran pendidikan agama Hindu (2004:2) dijelaskan tujuan agama Hindu adalah untuk menumbuhkembangkan dan meningkatkan Sradha (Iman) dan Bhakti (Ketakwaan) siswa kehadapan Brahman melalui pelatihan, penghayatan dan pengalaman ajaran agama Hindu sehingga menjadi insan yang Dharmika dan mampu mewujudkan cita-cita luhur Moksartham Jagadhita.
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Agama Hindu adalah untuk mengarahkan pertumbuhan jiwa raga anak didik dan masyarakat yang seimbang antara Tattwa, susila dan Upacara sehingga dapat hidup rukun antara umat beragama berdasarkan pancasila membentuk moral, etika anak didik sesuai dengan ajaran agama Hindu serta astiti bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
(2)          Fungsi pendidikan Agama Hindu
Fungsi pendidikan Agama Hindu menurut kurikulum pendidikan dasar mata pelajaran Agama Hindu (2004:2) sebagai berikut:
1.    Penanaman nilai-nilai aajran Agama Hindu yang dapat dijadikan pedoman hidup dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup
2.    Pengembangan Sradha dan Bhakti kehadapan Hyang Widhi (Brahman).
3.    Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum sistem dan fungsinya
4.    Penyiapan kemampuan sikap mental siswa yang ingin melanjutkan studi kejenjang lebih tinggi
5.    Mempersiapkan kematangan dan daya resistensi siswa dalam mengadaptasi diri terhadap lingkungan fisik dan sosial.
6.    Perbaikan kesalahan-kesalahan peserta didik dalam keyakinan dan pengalaman-pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.
Fungsi pendidikan Agama Hindu di sekolah dasar menurut silabus sebagai berikut:
1.             Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan siswa kepada Sang Hyang Widhi yang telah ditananmkan dalam lingkungan keluarga. pada dasarnya, pertama-tama kewajiban mananamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua didalam keluarga. sekolah berfungsi untuk menumbuh kembangkan lebih lanjut dalam diri siswa melalui bimbing, pengajaran, dan pelatihan secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
2.             penyaluran, yaitu untuk menyalurkan siswa yang memiliki bakat khusus dibidang agama, bakat tersebut dikembangkan secara optimal sehingga dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri dan dapat pula bermanfaat bagi orang lain.
3.             Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalaahn, kekurangan-kekurangan, dan kelemahan-kelemahan siswa dalam pemahaman, keyakinan dan pengalaman ajaran Agama Hindu dalam kehidupan  sehari-hari.
4.             Pencegahan, yaitu untuk mengkal hal-hal yang negatif  dari lingkungan atau dari budaya asing yang dapat membahayakan dirinya.
5.             Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupaun lingkungan sosial dalam ajaran Agama Hindu.
6.             Sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, lahir maupun bhatin.
Beberapa fungsi pendidikan Agama Hindu sekolah dasar, diharapkan semuanya dapat dilaksanakan oleh guru pendidikan Agama Hindu. agar pendidikan Agama Hindu benar-benar dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka dalam pelaksanaannya guru agama harus menyesuaikan dengan tujuan pendidikan Agama Hindu di SD 1 Jineng Dalem.
G.               Landasan Teori
Sehubungan dengan penelitian ini dalam mengali informasi penulis mengunakan teori sebagai berikut:
1.   Teori Belajar Bermakna
2.   Teori Belajar Asosiasi
3.   Teori Interkasionalisme Simbolik













Tidak ada komentar:

Posting Komentar