A. JUDUL: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
DENGAN METODE GI (GROUP INVESTIGATION) UNTUK MENINGKATKAN
RESPON DAN HASIL BELAJAR DALAM
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU PADA SISWA KELAS V SD NO. 6 SELAT KECAMATA SUKASADA KABUPATEN BULELENG TAHUN PELAJARAN 2012/2013
B. Latar
Belakang Masalah
Kemajuan dan
perkembangan pendidikan menjadi faktor penentu keberhasilan suatu bangsa.
Beberapa indikasi dapat dilihat dari kemajuan dunia barat seperti Amerika dan
Eropa yang selalu mejadi panutan setiap berbicara masalah pendidikan. Bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang dalam posisinya masih dikatakan sebagai Negara
berkembang, sedang mencari bentuk tentang bagaimana cara dan upaya agar menjadi
Negara yang maju dan lepas dari ketertinggalan terutama dibidang pendidikan.
Harapan ini sudah barang tentu harus ditopang kesadaran semua pihak untuk dapat
berbuat dan mencoba mengisi ketertinggalan tersebut (Mu’allim dalam Mastuhu,
2003:XIII). Namun seperti yang dirasakan sampai sekarang, sistem pendidikan
kita masih memerlukan banyak pembenahan disegala sisi.
Sistem
Pendidikan Nasional masih berpegang pada paradigma lama bahwa ilmu itu
diperoleh dengan jalan diberikan atau diajarkan oleh orang yang lebih pandai
(Guru) kepada pembelajar. Guru tahu, pembelajar tidak tahu; guru memberi pembelajar
menerima; guru aktif, pembelajar pasif atau menunggu; guru mengatakan, pembelajar
menirukan; guru mengajar, pembelajar menghafal dan seterusnya. Tidak ada kritik
atau koreksi terhadap pendapat guru. Yang ada adalah minta penjelasan kemudian
menerima dan mengikutinya. Demikian pula halnya dengan sikap membaca buku-buku
pelajaran dan buku-buku ilmiah lainnya, tidak ada kritik dan koreksi, yang ada
hanya menerima, mengikuti dan mengamalkannya. Jadi ilmu itu dimiliki oleh guru
dan oleh mereka telah belajar, menerima dari gurunya (Mastuhu, 2003:39-40).
Freire seperti
dikutip Mirtiningsih (2004:73-74) menanggapi hal ini pula degan istilahnya
“Sistem Bank dalam pendidikan” fenomena yang serupa dalam sistem pengajaran di
Indonesia yang dinyatakan, bahwa pendidikan menjadi semacam aktivitas menabung
dimana peserta didik duduk sebagai tabungan dan pendidik sebagai penabung.
Pendidik memberikan pengajaran seperti mengisi tabungan yang kemudian diterima,
dan diulangi dengan patuh oleh peserta didiknya. Tugas peserta didik hanya
terbatas pada penerima, mencatat, dan menyimpan. Kendati memiliki kemampuan
menjadi pengumpul dan pencatat barang-barang simpanan, peserta didik sendiri
yang akan disimpan, karena miskin kreativitas dan daya transformasi realitas
yang dihadapinya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pendidikan termasuk
pengajaran agama Hindu haruslah berorientasi kepada pengenalan realitas diri
manusia dan dirinya sendiri.
Seiring dengan adanya pemikiran tentang
pembaharuan pendidikan, nampaknya telah berkembang pula berbagai inovasi
pelajaran yang kini banyak dikembangkan oleh para ahli pendidikan dalam upaya
penemuan suatu paradigma baru dalam pembelajaran dikelas baik menyangkut model,
strategi dan metode pembelajaran. Salah satunya adalah apa yang dinamakan
pembelajaran kontekstual (Contextual
teaching and Learning/CTL).
Pembelajaran kontekstual memiliki kesesuaian
dengan adanya keinginan/upaya untuk melakukan pembenahan kualitas pada
pembelajaran pendidikan agama Hindu. Pendekatan kontekstual ini menekankan
konsep dimana guru berusaha menghadirkan situasi dunia nyata didalam kelas dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai angota keluarga dan masyarakat
(Deidiknas, 2003:1; Nurhadi dan Senduk, 2003:24). hal ini sejalan dengan upaya
guru untuk dapat menghadirkan semangat peristiwa masa lalu kedalam kelas,
sehingga pembelajaran agama Hindu terkesan lebih hidup dan mengurangi
kecenderungan abstraksi yang mana selama ini sering siswa rasakan sebagai
pembelajaraan dongeng oleh guru didalam kelas, sehingga sering membawa efek
turunan seperti rasa ngantuk, bosan, dan tidak mengairahkan siswa.
Oleh karena itu, sejalan
dengan sepirit pembelajaran kontekstual maka partisipasi siswa secara optimal
merupakan sebuah keharusan. Pembelajaran kontekstual ini dapat dilakukan dengan
berbagai strategi, salah satunya adalah strategi pembelajaran kooperatif.
Strategi ini dapat dilakukan antara lain melalui penggunaan kelompok kecil siswa
untuk berkerjasama untuk memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.
Dalam artian siswa belajar dalam lingkup interkasi sosial yang lebih aktif yang
menekankan multi arah.
Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan dalam
strategi pembelajaran kooperatif adalah metode GI (Group Inventigation). Karakteristik atau sifat dari metode ini
sangat relevan dengan pemikiran diatas, yakni mengarahkan kemampuan pembelajar
untuk menganalisis konsep-konsep pembelajaran dengan cara “Penyelidikan” secara
mendalam melalui kerja kelompok metode ini menuntut para siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses
kelompok (Group Process Skills). Ini
menunjukkan adanya proses pembelajaran untuk mengajarkan ketermpilan sosial dan
peningkatan penguasaan akademik siswa, yang mana sudah relevan dengan prinsip
kontruktivisme dalam kaitannya dengan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(Nurhadi dan Senduk, 2003:64).
Mata pelajaran agama Hindu dipandang sebagai
pelajaran yang kurang menarik untuk dipelajari karena diidentifikasikan sebagai
pelajaran hafalan. Padahal secara kontekstual agama Hindu merupakan Ilmu yang
membentuk manusia yang pancasialis dan astiti bhakti dan membentuk moral dan spiritual anak didik. Dengan demikian
diperlukan guru agama Hindu yang berkompeten dalam mendidik siswa. Kemampuan
seorang guru didalam mengadakan pariasi dalam kegiatan pembelajaran agama
Hindu, diharapkan dapat mendorong dan memotivasi belajar siswa dalam usaha
meningkatkan minat belajar dalam setiap proses pembelajaran agama Hindu yang
dilaksanakan.
Berdasarkan pada prinsip-prinsip tersebut dan
mengacu pada temuan dilapangan yakni kualitas pembelajaran agama Hindu dikelas V
SD NO, 6 Selat, maka persoalan tersebut akan diupayakan untuk
diatasi dengan mencobakan penerapan model pembelajaran kontekstual dengan
pengajaran kooperatif, khususnya mengunakan metode atau pendekatan GI.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1.
Apakah
dengan penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode GI, untuk meningkatkan respon dan hasil
belajar dalam pembelajaran pendidikan
agama hindu akan terjadi peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan agama
Hindu dikelas V SD NO, 6 Selat
Tahun Pelajaran 2012/2013?
2.
Apakah
dengan penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode GI, untuk meningkatkan respon dan hasil
belajar dalam pembelajaran pendidikan
agama hindu akan terjadi peningkatan hasil pembelajaran pendidikan agama Hindu
dikelas V SD NO, 6 Selat Tahun Pelajaram 2012/2013?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas
maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah. Setiap kegiatan yang
dilakukan dibuat suatu perencanaan yang
matang, sehingga dalam pelaksanannya dapat meminimalkan hambatan yang akan
ditemuai serta hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Demikian pula halnya dengan penelitian karya tulis ilmiah sudah tentu
memppunyai suatu tujuan yang hendak ingin dicapai. Adapaun tujuan dari penelitian
ini meliputi dua tujuan pokok yaitu tujuan yang bersifat umum dan khusus.
- Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada
kalangan pendidik khususnya Guru Agama Hindu bahwa penerapan metode GI
dalam pembelajaran Agama Hindu dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar.
- Tujuan khusus
Adapun tujuan secara khusus yang ingin dicapai
didalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Untuk
mengetahui kualitas pembelajaran pendidikan Agama Hindu dikelas V SD NO, 6 Selat Tahun Pelajaran 2012/2013. Lewat
penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode GI (group investigation)
b. Untuk menegtahui hasil belajar pendidikan
Agama Hindu dikelas V SD NO, 6 Selat Tahun Pelajaran 2012/2013. Lewat penerapan mode kooperatif dengan
metode GI (group investigation).
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menghasilkan beberapa kontribusi, baik bersifat praktis maupun teoretis,
yakni .
1.
Bagi guru pendidikan agama Hindu hasil penelitian ini
dapat dijadikan masukkan, acuan, dan pedoman yang bersifat alternatif untuk
diterapkan, dikembangkan atau dikaji secara alamiah dalam pembelajaran
pendidikan agama Hindu sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah setempat.
2.
Sebagai pedoman pembelajaran kepada siswa dalam
memahami konsep-konsep agama Hindu yang selama ini cenderung dipahami sebagai
suatu yang bersifat abstrak, menjadi suatu materi yang bisa “Diberikan” dalam
kelas dan dikonkretkan dengan kondisi kontekstual lingkungan pembelajar.
3.
Sebagai bahan masukan bagi SD NO,
6 Selat Tahun Pelajaran 2012/2013 dalam mengembangkan model-model
pembelajaran, khususnya dalam model pembelajaran pendidikan agama Hindu, dan model-model pembelajaran mata pelajaran
lain dalam rangka meningkatkan kinerja sekolah secara keseluruhan.
4.
Bagi
jurusan pendidkan agama Hindu penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif
acuan untuk mengevaluasi tingkat pengembangan pembelajaran agama Hindu yang selama
ini dibelajarkan pada mahasiswa ditingkat jurusan sehingga diharapkan akan bisa
memunculkan motivasi bagi mahasiswa jurusan pendidikan agama Hindu khususnya
untuk terus mengembangkan penelitian dibidang yang sama, walaupun dengan
menerapkan metode dan strategi pengajaran yang berbeda.
5.
Sebagai
seorang calon guru pendidikan agama Hindu, penelitian ini akan lebih mengasah
keteramplilan peneliti untuk mempersiapkan diri menjadi seorang guru pendidikan
agama Hindu yang baik, sebelum terjun mengajar disekolah.
F. Kajian
Pustaka
Untuk mempermudah dalam melakukan penelitian maka
penulis mengunakan skripsi sebagai bahan pertimbangan dalam menggali informasi.
Sulasmi (2007), dalam skripsinya berjudul
“Efektifitas penerapan metode CTL dalam pembelajaran pendidikan agama Hindu
pada siswa kelas VIII Semester I SMP Widya Dharma Suter Bangli Tahun
2006/2007”, menunjukkan bahwa efektifitas penerapan metode CTL selama dua kali
siklus tindakan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran pendidikan agama Hindu
siswa kelas VIII Semester I SMP Widya Darma Suter Bangli Tahun 2006/2007, baik
proses maupun hasil belajar yang diperoleh siswa.
Yudthi Juniawan (2008), menyatakan dalam skripsinya
yang berjudul “Penerapan model pembelajaran kooperatif GI (Group Investigation)
Untuk meingkatkan motivasi dan hasil belajar mata pelajaran IPS terpadu pada
siswa kelas VII Semester Ganjil tahun ajaran 2007/2008 di SMP Negeri 2 Sawan,
menyebutkan bahwa peningkatan motivasi belajar siswa sebesar 78% dari katagori
cukup menjadi katagori sedang pada siklus dengan M% = 79% sedangkan pada siklus
III katagori tinggi dengan M% = 83% demikian juga dengan hasil belajar siswa
pada siklus I hasil belajar siswa berada pada katagori sedang dengan M% = 62%
sedangkan pada siklus II hasil belajar mengalami peningkatan berada pada
katagori sedang dengan M% = 67% dan pada siklus III hasil belajar meningkat
dengan katagori tinggi dengan M% = 83%. Peningkatan tersebut terjadi karena
penerapan model pembelaajran kooperatif dengan metode GI diterapkan dengan
efektif.
Winastuti (2007), dalam skripsinya berjudul
“Penerapan model pembelajran mandiri terhadap peningkatan hasil belajar
pendidikan agama Hindu di SMA (Studi Eksperimen pada siswa kelas X SMAN 8
Denpasar tahun ajaran 2006/2007” menyatakan bahwa hasil belajar siswa yang
diajarkan dalam model pembelajaran mandiri pada kelompok eksperimen secara
signifikan lebih baik dari kelompok kontrol yang diajarkan dengan pembelajaran
konvensional.
Dalam kaitannya dengan penelitian yang
dilaksananakannya ini, maka penelitian Winastuti memberikan kontribusi sebagai
acuan untuk mencapai hasil belajar pendidikan agama Hindu tertama dalam
penerapan pembelajaran CTL berdasarkan Learning
Community.
Landep (2006), dalam tesisnya yang berjudul
“Pembelajaran etika Agama hindu dengan peningkatan Kontekstual kelas VII SMP
Negeri 2 Dawan Kabupaten Klungkung”, menyatakan
bahawa pembelajaran agama Hindu dengan materi utama Etika Tri Kaya Parisuda dengan pendekatan kontekstual merupakan
pembelajaran yang bermakna bagi pesera didik dan dapat menuntun sikap dan
prilaku berdasarkan Etika. Bentuk
pembelajaran menghadirkan kondisi nyata kedalam situasi belajar dikelas. Proses
pembelajaran melalui proses menghubungkan pengetahuan dengan peniruan simulasi
dan praktek nyata tentang pelaksanaan Etika
Tri Kaya Parisuda. Dampak belajarnya dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman serta aplikasi sikap, tingkah laku berdasarkan konsep Tri Kaya
Parisuda sebagai ajaran agama Hindu.
Penelitian Landep tersebut dapat digunakan sebagai
salah satu perbandingan didalam melihat keberhasilan penerapan pembelajaran
kontekstual dikelas terutama dalam kaitanya dengan proses pembelajaran
pendidikan agama Hindu.
G. Landasan Konsep
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif menurut S.
Nasution, (1982:46). Adalah suatu pembelajaran yang dibentuk dalam kelompok
kecil dengan anggota kelompok bekerjasama mengoptimalkan dirinya dalam belajar
untuk menyelesaikan tugas.
Menurut Suryati, (1998:21). Pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran dalam bentuk belajar kelompok, dimana
berlangsung suatu diskusi yang terdiri dari 2-7 orang dalam pemecahan masalah.
Menurut Ratumanan, (2002:107). Menyatakan
pembelajaran kooperatif merupakan suatu kumpulan strategi mengajar yang
digunakan guru untuk membantu siswa dalam mempelajari sesuatu.
Pendapat tersebut juga selajan dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Hulubec (dalam Nurhadi. Dkk, 2004:60).
Menyatakan bahwa pengajaran kooperatif (Coperatif
learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui pengunaan kelompok kecil,
dan siswa berkerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai
tujuan belajar. Sedangkan Muhamad Nur, (2005:21). Model pembelajran kooperatif
merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari
untuk membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran mulai dari
keterampilan-keterampilan dasar sampai pemasalahan kompleks. Dalam pembelajaran
kooperatif siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu belajar
satu sama lainya. Kelompok beranggotakan siswa dengan hasil belajar tinggi,
sedang dan rendah, laki-laki dan perempuan, siswa dengan latar belakang berbeda
sehingga tercipta suatu kelompok yang heterogen.
Menurut Anita Lie, (2005:31). Pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran yang bersif gotong royong dalam
pembelajaran. Pembelajaran kooperatif ini merupakan suatu pengelompokan dimana
adanya unsur kerja sama tim dalam kelompok tersebut untuk menyelesaikan suatu
masalah.
Nurhadi dan Gerred Senduk, (2003).
Mengemukakan bahwa: Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara
sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih dan
silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup didalam bermasyarakat
nyata.
Berdasarkan pandangan dari beberapa
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah
suatu pola pembelajaran yang mengkondisikan siswa dalam kelompok belajar kecil
yang hitrogen dimana setiap anggota kelompok saling bekerja sama dalam
mempelajari suatu materi pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Pembelajaran
Kooperatif Dengan Metode GI (Group
Invenstigation)
Seperti apa yang diterangkan oleh Sharan,
dkk dari Universitas Tel Aviv seperti dikutip Nurhadi dalam Senduk (2003:64),
bahwa metode GI menurut peserta didik/pembelajar memilih kemampuan dalam
berkomunikasi maupun dalam kemampuan proses kelompok (Group Process Skills). dalam model ini pembelajar dilibatkan sejak
perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara mempelajarinya melalui
investigasi. dalam skenario pembelajaran, guru membagi kelas dalam
kolompok-kelompok yang beranggotakan 6-7 orang siswa dalam karakteristik yang heterogen.
pembagian kelompok dapat juga didasarkan
terhadap suatu topik tertentu. para siswa memilik topik yang ingin dipelajari,
mengikuti investigasi mendalam terhadap topik yang dipilih, kemudian menyiapkan
dan menyajikan dalam bentuk laporan yang akan disajikan di depan kelas.
Langkah-langkah tipe GI menurut Kunandar,
(2007:344-345).
Seleksi
topic; Para siswa memilik
berbagai sub topik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan
lebih dahulu oleh guru. para siswa kemudian diorganisasikan kedalam
kelompok-kelompok yang terorganisasi pada tugas (Task oriented group) yang beranggotakan 2-6 orang dengan komposisi
heterogen, baik dalam hal etnis, jenis kelamin maupun kemampun akademis.
a.
Merencanakan kerjasama; Para siswa bersama dengan guru merencanakan
berbagai prosedur belajar, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai
topic dan sub topik yang telah dipilih dalam langkah (a) di atas.
b.
Implementasi; Para siswa merencanakan rencana
yang telah dirumuskan pada langkah (b). Pembelajaran
melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan
mendorong sswa untuk mengunakan berbagai sumber belajar baik yang ada di dalam
maupun yang ada diluar kelas. Guru secara terus menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan
bantuan jika diperlukan.
c.
Analissi
dan Sintesis; para siswa menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi
yang doperoleh pada langkah (C ) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam
suatu penyajian yang menarik daidalam kelas.
d.
Menyajian
hasil akhir; semua kelompok memperesentasikan berbagai topik yang telah
dipelajari agar semua siswa didalam kelas dapat saling berinteraksi dan
mencapai perspektif yang lebih luas mengenai topik terwsebut
e.
Evalusai;
selanjutnya guru beserta para siswa menlakukan evaluasi mengenai konstribusi
tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi
dapat mencakup tiap siswa secara individual atau kelompok atau keduannya.
3. Hasil Belajar
Hasil belajar
adalah kemapuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Belajar
itu sendiri merupakan suatu proses dari seorang yang berusaha untuk memperoleh
suatu bentuk prilaku yang relatif menetap (Abdurahman, 1999 : 37). Dalam
kegiatan belajar yang terprogram yang disebut kegiatan belajar mengajar, tujuan
pembelajaran telah ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Siswa yang berhail dalam
belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau
idikator-indikator pencapaian.
Menurut Bloom (dalam Abdurahman 1999 : 38) ada tiga ranah hasil
belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik, sedangkan Abdurahman (1999)
mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan keluaran dari suatu sistem
pemrosesan masukan. Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam
informasi sedangkan keluarannya adalah kinerja atau perbuatan.
Secara garis besar Arikunto (1993 : 211) mengemukakan
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan atas dua jenis,
yaitu yang bersumber dari dalam diri manusia yang disebut faktor internal, dan
faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar yang disebut dengan
faktor eksternal.
a. Faktor
yang berasal dari dalam diri manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
faktor biologis dan psikologis. Yang termasuk faktor biologis adalah usia,
kematangan dan kesehatan. Sedangkan yang termasuk sebagai faktor psikologis
adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar.
b. Faktor yang bersumber dari luar diri
manusia yang belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu faktor manusia
(human) dan faktor non manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan
fisik.
Suryabrata (1982 : 27) juga mengemukakan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu ada dua faktor, faktor luar
dan faktor dalam.
Faktor luar dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor lingkungan dan faktor
instrumental.
a. Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan
alam dan lingkungan sosial. Lingkungan alam seperti keadaan suhu, kelembaban
udara dan suasana tempat belajar. Lingkungan sosial seperti tempat tinggal,
teman bergaul, dan tatanan pembangunan yang dapat menganggu konsentrasi belajar
yang berpengaruh terhadap hasil belajar.
b.
Faktor instrumental adalah faktor yang penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil
belajar yang diharapkan. Faktor ini berfungsi sebagai sarana untuk mencapai
tujuan belajar yang direncanakan. Faktor ini tersiri dari kurikulum, program,
sarana dan fasilitas, serta guru.
Faktor dari dalam
dapat dibagi menjadi dua yaitu fisiologis dan psikologis.
a.
Faktor fisiologis seperti kondisi fisiologis secara
umum dan keadaan panca indra. Kodisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh
pada hasil belajar seseorang. Orang yang keadaan segar jasmaninya akan
berlainan hasil belajarnya dengan orang yang kelelahan, hal ini yang tidak
kalah pentingnya adalah kondisi panca indra terutama pengelihatan dan
pendengaran karena sebagian besar yang dipelajari manusia menggunakan
pengelihatan dan pendengaran.
b.
Faktor
psikologis seperti minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif.
Minat merupakan kecendrungan terhadap suatu obyek atau aktivitas yang
menimbulkan perasaan senang yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Motivasi
merupakan daya dalam diri seseorang yang mendorong untuk berbuat atau merupakan
suatu pendorong yang ada pada manusia
untuk melakukan kegiatan tertentu seperti berpartisipasi dalam proses belajar
mengajar di kelas sehingga berpengaruh pada hasil belajar. Orang yang lebih
cerdas pada umumnya akan mampu belajar daripada yang kurang cerdas. Bakat
merupakan faktor yang mempengaruhi hasil belajar seseorang yang belajar sesuai
dengan bakatnya akan cenderung mendapatkan hasil belajar yang lebih baik.
Untuk lebih jelasnya tentang faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap hasil
4. Pendidikan Agama Hindu
a. Pengertian Pendidikan Agama Hindu
Secara umum pendidikan agama sangat
penting dalam kehidupan mengingat manusia sebagai mahluk Homorelegius, yang membutuhkan ketenangan dan kebahagian sejati.
Pendidikan agama tidak semudah pendidikan yang lainya karena mencakup banyak
hal termasuk etika dan susila. disamping itu pencapaian pendidikan agama tidak
pada pengetahuan semata, tetapi pada tumbuhnya kesadaran dari dalam diri
seseorang sehingga pengetahun (Know
Ledge) belum tentu berati kebajikan (Virtues)
seperti yang diharapkan pendidikan agama Hindu.
(1)
Tujuan
Pendidikan Agama Hindu
Pudja,
(1985:21) menyatakan bahwa: tujuan agama Hindu di sebut dengan “Moksartham Jagadhita ya ca iti Dharma”
artinya dharma ini untuk tujuan moksa dan kebaikan dunia (masyarakat)
Untuk
dapat mencapai tujuan hidup di dunia maupun di tujuan akhir yaitu moksa. Agama
Hindu mengajarkan bahwa ada emat jalan atau cara yang ditempuh sesuai dengan
kemampuan dan intelektual para umatnya. keempat jalan ini disebut dengan Catur Marga.
Sura
(1981:58) Menjelaskan bahwa:
Catur Marga adalah empat jalan untuk
menghubungkan diri kepada Tuhan. keempat jalan atau cara untuk menghubungkan
diri atau cara untuk menghubungkan diri dengan Tuhan adalah sebagai berikut: 1)
Bhakti Marga, yaitu cara atau jalan
untuk menghubungkan diri dengan Tuhan dengan jalan sujud dan bhakti kepada
Tuhan, 2) Karma Marga, jalan atau
cara untuk menghubungkan diri dengan TUhan yang Maha Esa dengan jalan berbuat
baik dan ikhlas tanpa pamrih, 3) Jnana
Marga, yaitu jalan atau cara untuk menghubungkan diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa dengan melakukan tapa, brata dan Samadhi.
Berdasarkan
keputusan seminar kesatuan tafsir terhadap aspek-aspek Agama Hindu I-V,
Parisada Hindu Dharma Pusat (1997/1998:23-24) memberikan perumusan mengenai
tujuan pendidikan Agama Hindu sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan Agama Hindu diluar
sekolah:
a. Menamakan ajaran Agama Hindu itu menjadi
keyakinan dan landasan segenap kegiatan umat dalam semua kehidupan
b. Ajaran Agama Hindu mengarahkan pertumbuhan
tata masyarakat umat Hindu hingga serasi
dengan Pancasila dasar Negara Repoblik Indonesia.
c. Menyerasikan dan menyeimbangkan
pelaksanaan bagian-bagian ajaran Agama Hindu dalam masyarakat antara Tattwa, susila dan Yadnya.
d. Untuk mengembangkan hidup rukun antara
umat berbagai agama.
2. Tujuan pendidikan Agama Hindu di sekolah:
a. Membentuk Manusia Pancasialis yang astiti
berbhakti (Bertakwa) kepada Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.
b. Membentuk moral, etika dan spiritual anak
didk yang sesuai dengan ajaran Agama
Hindu.
Menurut UU.RI. No. 20 Tahun 2003 mengenai
tujuan pendidikan keagamaan, dalam pasal 30 ayat 2 dinyatakan sebagai berikut:
Pendidikan keagamaan berfungsi
mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya atau menjadi ahli agama.
Untuk merealisasikan tujuan
pendidikan agama di atas, maka sekolah sebagai pendidikan formal tent uterus
memiliki program dan metode ini harus di sesuaikan dengan tingkat anak didik
tersebut baik tingkat umur maupun tingkat kebutuhan. Misalnya tingkat sekolah
dasar, yang notabene para anak didik masih senang bermain, maka hendaknya
penyampaian pendidikan Agama Hindu disesuaikan dengan dunianya masing-masing.
Namun apabila anak didik sudah memiliki pemahaman agama lebih maka metode dalam
penyampaian pengetahuan agama pun disesuaikan pula dengan keadaan.
Sedangkan tujuan pembelajaran
Agama Hindu menurut kurikulum pendidikan dasar dan mata pelajaran pendidikan
agama Hindu (2004:2) dijelaskan tujuan agama Hindu adalah untuk
menumbuhkembangkan dan meningkatkan Sradha (Iman) dan Bhakti (Ketakwaan) siswa
kehadapan Brahman melalui pelatihan, penghayatan dan pengalaman ajaran agama
Hindu sehingga menjadi insan yang Dharmika dan mampu mewujudkan cita-cita luhur
Moksartham Jagadhita.
Berdasarkan uraian tersebut
diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Agama Hindu adalah untuk
mengarahkan pertumbuhan jiwa raga anak didik dan masyarakat yang seimbang
antara Tattwa, susila dan Upacara sehingga dapat hidup rukun
antara umat beragama berdasarkan pancasila membentuk moral, etika anak didik
sesuai dengan ajaran agama Hindu serta astiti
bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
(2)
Fungsi
pendidikan Agama Hindu
Fungsi pendidikan Agama Hindu menurut kurikulum pendidikan dasar mata
pelajaran Agama Hindu (2004:2) sebagai berikut:
1. Penanaman
nilai-nilai aajran Agama Hindu yang dapat dijadikan pedoman hidup dalam
mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup
2. Pengembangan
Sradha dan Bhakti kehadapan Hyang Widhi (Brahman).
3. Pengajaran
tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum sistem dan fungsinya
4. Penyiapan
kemampuan sikap mental siswa yang ingin melanjutkan studi kejenjang lebih
tinggi
5. Mempersiapkan
kematangan dan daya resistensi siswa dalam mengadaptasi diri terhadap
lingkungan fisik dan sosial.
6. Perbaikan
kesalahan-kesalahan peserta didik dalam keyakinan dan pengalaman-pengalaman
dalam kehidupan sehari-hari.
Fungsi pendidikan Agama Hindu di sekolah dasar menurut silabus sebagai
berikut:
1.
Pengembangan,
yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan siswa kepada Sang Hyang Widhi yang
telah ditananmkan dalam lingkungan keluarga. pada dasarnya, pertama-tama
kewajiban mananamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua
didalam keluarga. sekolah berfungsi untuk menumbuh kembangkan lebih lanjut
dalam diri siswa melalui bimbing, pengajaran, dan pelatihan secara optimal
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
2.
penyaluran,
yaitu untuk menyalurkan siswa yang memiliki bakat khusus dibidang agama, bakat
tersebut dikembangkan secara optimal sehingga dapat bermanfaat untuk dirinya
sendiri dan dapat pula bermanfaat bagi orang lain.
3.
Perbaikan,
yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalaahn, kekurangan-kekurangan, dan
kelemahan-kelemahan siswa dalam pemahaman, keyakinan dan pengalaman ajaran
Agama Hindu dalam kehidupan sehari-hari.
4.
Pencegahan,
yaitu untuk mengkal hal-hal yang negatif
dari lingkungan atau dari budaya asing yang dapat membahayakan dirinya.
5.
Penyesuaian,
yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik
maupaun lingkungan sosial dalam ajaran Agama Hindu.
6.
Sumber
nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat, lahir maupun bhatin.
Beberapa fungsi pendidikan
Agama Hindu sekolah dasar, diharapkan semuanya dapat dilaksanakan oleh guru
pendidikan Agama Hindu. agar pendidikan Agama Hindu benar-benar dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, maka dalam pelaksanaannya guru agama harus menyesuaikan
dengan tujuan pendidikan Agama Hindu di SD 1 Jineng Dalem.
G.
Landasan
Teori
Sehubungan
dengan penelitian ini dalam mengali informasi penulis mengunakan teori sebagai
berikut:
1. Teori Belajar Bermakna
2. Teori
Belajar Asosiasi
3. Teori Interkasionalisme Simbolik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar